Because every leaf is a Flower
Autumn, 2017
Traveling, Cooking, Photography,
Ketika gue menulis tulisan ini suhu udara di tempat gue berkisar 4 derajat celcius. Lumayan dingin. Mendung, dan matahari tidak kelihatan. Mengakibatkan rawan malas. Bukan karena dinginnya sih, ini bisa di atasi dengan heaterlah. Tapi memang gue kurang suka suasana mendung. Apalagi nanti menjelang winter sampai real winter, yang gelapnya ampun ampunan. Ngebayangin uda migran mendadak.
Meskipun temperature udara sudah mulai dingin, tapi di sisi lain musim gugur lumayan nyenengin. Mungkin karena suhu tidak sedingin atau se-ekstrem musim dingin. Bagi sebagian kalangan termasuk gue, musim gugur adalah saat yang lumayan tepat untuk tampil fashionable. Memakai coat, boots dan syal dengan warna warna khas autum. Modelnya memang terlihat lebih kece dibandingkan pakaian musim dingin. Apalagi bahan bahannya masih terbilang tidak terlalu tebal. Nenteng di badan masih enak. Bahkan berjalan dengan boots bertumit pun, masih lumayan nyaman di musim ini. Sekalipun dipakai berjalan jauh.
Tidak sedikit orang yang memakai coat dengan syal tebal, menutupi leher bahkan sampai mendekati dagu meskipun sebenarnya suhu belum dingin dingin amat. Tapi seperti yang gue bilang tadi semua itu adalah bagian dari totalitas mereka untuk mengexplore outfitt agar terlihat modis. Dan memang menyenangkan sih ngelihatnya. Apalagi tau sendiri kan badan bule lumayan proporsional. Jadi meskipun bukan model tetap terlihat menarik. Berjalan (baca jalannya cepat) mengenakan coat, boots dan syal berwarna hitam lengkap dengan aksesoris topi di kepala. Buat gue itu keren. Tapi kalau gue yang pakai, kok terlihat tidak maksimal ya. Mungkin karena gue terlalu smekot (semeter kotor). Ditambah lagi badan gemuk. Sempurnalah kacaunya. Tapi begitu pun masih doyan aja minta difotoin suami. Ya sudahlah. Yang penting eksisnya dulu. Bagus engganya belakangan.
Tidak hanya fashion, musim gugur pun menjadi cantik dengan warna warninya. Mulai dari kuning terang, kuning kecoklatan, merah dan orange. Dan mereka pun terlihat sangat indah ketika berkolaborasi memamerkan warnanya.
Jika menyebut musim gugur yang teringat pasti daun Maple. Daun yang bisa dibilang menjadi simbol autumn. Sampai instagram pun penuh dengan daun ini sebagai props foto. Jika gue bandingkan dengan daun lain, Maple memiliki daun dengan bentuk dan ukuran yang lebih besar. Warnanya juga ngejreng. Jadi wajar terlihat lebih menarik. Apalagi ketika berguguran di atas tanah jelas sekali tumpukan daunnya.
Bagi yang hobby photography termasuk gue, musim gugur adalah waktunya hunting foto. Autumn itu fotogenic banget. Gue bahkan sengaja keliling desa untuk sekedar foto foto. Sekalian cuci mata juga.
Ketika daun mulai menguning dan refleksinya terlihat di air danau, itu kece banget. Apalagi sewaktu berguguran (bayangin jatuhnya dengan efek slow motion). Romantis! Langsung pengen ngajak suami fine dining. Hahaha.
Menjelang pergantian musim biasanya alam di sekitar selalu memberi tanda. Tak terkecuali musim gugur di desa gue. Mulai dari bunga Ljung yang tumbuh liar di tengah hutan. Banyak dan cantik. Bunga yang bisa dibilang hampir menghiasi rata rata teras rumah warga.
Bahkan sebagian besar toko bunga dan supermarket mulai banyak menjual jenis bunga yang satu ini. Lucunya penduduk desa gue tidak pernah memakai bunga Ljung yang tumbuh liar di hutan sebagai hiasan rumah. Ternyata bule juga memiliki cerita legenda. Apabila memetik dan membawa bunga Ljung pulang ke rumah akan mengalami kejadian sedih (seperti kehilangan keluarga dekat). Jadi lebih baik membeli dari toko saja. Namun terlepas dari cerita legenda tersebut, idealnya memang jangan dipetik ya. Jadi hutannya tetap kelihatan cantik .
Selain Ljung berbagai jenis jamur pun tak kalah banyak. Tumbuh liar dimana mana. Dengan warna dan bentuk yang lucu. Ukurannya mulai dari yang mungil sampai melebihi telapak tangan. Besar!
Tanda tanda lain yang lebih berasa adalah temperatur udara perlahan mulai menurun. Kabut tebal mulai sering menghiasi pagi hari. Unggas liar yang biasanya ramai di tepi danau tidak kelihatan lagi. Dan puncaknya daun daun mulai menguning.
Ketika musim gugur benar benar tiba, temperatur udara dipastikan di bawah 10 derajat celcius. Daun daun tidak lagi sekedar berwarna kuning tapi sudah berubah kecoklatan dan perlahan lahan gugur meninggalkan rumah sementaranya. Batang dan ranting pohon pun kembali hidup tanpa helai daun.
Tipikal musim gugur di desa gue lumayan nyentrik. Menjelang malam sampai pagi hari, suhu bisa berada di bawah nol derajat celcius. Mencapai minus 7. Akibatnya rumput di sekitar rumah terlihat putih. Bukan karena salju ya, tapi embun yang membeku. Bahkan sisa tanaman di halaman pun seperti memiliki batu permata putih di permukaannya. Frozen!
Biasanya kalau sudah begini kabut tebal akan menghiasi permukaan danau di sebelah rumah. Dan menjelang pukul 10 pagi berujung pada munculnya matahari dengan sinar yang sangat cerah. Dan suhu pun kembali naik berkisar 5 sampai 7 derajat celcius. Terus terang gue lebih suka keadaan yang begini. Ngedropnya itu pas gue lagi tidur. Besoknya cuaca sudah cerah kembali. Tapi kejadian seperti ini tidak terus menerus sih.
Semua musim cantik. Buat gue….merasakan hidup di negara empat musim berasa tidak monoton. Ada perubahan yang suka atau tidak harus dijalani. Bahkan malah ditunggu.
Dan lagi hobby photography sangat membantu mengusir kejenuhan. Semua terlihat menjadi menarik jika harus dihubungkan dengan hobby yang satu ini. Pun ketika menuangkannya dalam bentuk ocehan di blog yang sederhana ini. Semoga kalian suka membacanya.
Berikut beberapa foto musim gugur :
Note: Semua foto di dalam tulisan ini adalah dokumentasi pribadi ajheris.com.
Salam dari Mora,
Dalarna, Swedia
See you in my next story