Berns Asiatiska

Design interior sebuah hotel, restoran, cafe, rumah, menjadi bagian yang selalu mampu menyegarkan pikiran dan penglihatan gue. Bahkan kalau mengunjungi rumah orang lain, gue suka memperhatikan design interiornya.

Apalagi yang namanya table setting udah paling gue sukalah. Di rumah ada tidak ada acara penting, gue suka menata meja. Padahal cuma gelas, pisau, garpu, sendok dan serbet. Mau modern, vintage, antik, blink blik, selama penataannya menarik, pasti gue suka. Dan itu menjadi salah satu objek foto favorite gue.

E8543909-CE8F-4C0A-87F7-D1C5A143D2F0.jpg
Cakep!

Berns Asiatiska ini adalah salah satunya. Arsitek dan interiornya cantik banget (menurut gue). Sentuhan Art Nouveau sangat berasa di dalam. Pertama sekali berkunjung ke sini sekitar tahun 2014 silam. Uniknya, meski interiornya eropa abis, tapi menu yang tersaji justru oriental (chinese food). Tapi terbuka juga sajian dari wilayah asia lainya. Seperti dari India misalnya. Jadi bisa dibilang Berns Asiatiska ini ya restoran asia. Namanya aja uda pakai asiatiska. Sedangkan bistronya menyediakan menu mediterania. Kurang lebih gitulah.

E26DB915-DA9E-4EAC-8CF5-275C598127FB

46E52CB5-9626-48D8-A91F-B4056212B934

Info websitenya menyebut jika Berns Asiatiska sudah ada sejak tahun 1940 dan merupakan restoran chinese pertama di Swedia. Gue dan suami sudah empat kali ke Berns Asiatiska ini. Sepengamatan gue, mereka selalu menyajikan menu lunch dengan sistem all you can eat. Dan selalu ramai. Bahkan suka ngantri juga. Idealnya sih booking meja dolo ya supaya dapat tempat. Harga perorang sekitar 400 sek (kurang lebih 650 ribu rupiah untuk mata Idr saat ini). Sedangkan untuk fine dining dimulai pukul 5 sore. Harganya jauh lebih mahal.

C18E8457-A8E1-4EE4-8876-9BFA8B7EC2B6.jpg

Menurut gue, kualitas rasa dari menu menunya sih enak. Aroma seafoodnya tepat sasaran. Emang bener bener makanan chinese food. Jadi bukan chinese food asal jadi. Dumpling gorengnya enak. Udangnya berasa. Ayam goreng tepungnya apalagi, yuhui. Setidaknya beda banget dengan ayam goreng tepung yang ada di kota terdekat tempat gue tinggal.

Sabtu lalu mereka menyajikan menu daging sapi suwir. Mirip Pulled Beef (Shredded beef). Bedanya suwiran daging di restoran ini sangat halus. Rasanya mirip rendang atau semur manis. Tidak pedas tapi rasanya juara banget. Beneran. Gue ampe nambah. Hahaha.  Salad, buah dan dessertnya juga banyak macam. Segar segar!

504A9371-C2DB-4847-9F7A-65C97696BDB8.jpg

Sedangkan makanan asia lainnya gue kurang tau pastinya darimana. Mungkin dari India atau timur tengah gitu. Baunya tajam banget. Aroma kari. Tapi seperti yang gue bilang, penyajiannya ga pelit. Dagingnya juga terlihat segar dan bulatannya gede gede.

15E463A4-F92F-438A-A0FB-DCAAFACF749C.jpg

Enak sih enak. Cuma dengan harga segitu, menurut gue harusnya bisalah dibuat  lebih enak lagi. Tapi memang ga bisa dipungkiri kalau pengunjung secara tidak langsung juga membayar tempat. Emang nyaman.

Karena jika di compare dengan harga makanan di restoran Swedia lainnya yang juga mengusung konsep all you can eat, harga tersebut sudah di atas rata rata. Karena makan siang di restoran Swedia mostly sudah mengusung konsep all you can eat. Dan yang pernah gue datangi rata rata memasang harga 100-190 sek. Yang 190 sek uda complit banget dan enak.

E8CA688E-92EB-4613-97A0-DFB8939B1E78.jpg

Berns Asitiska ini sebenarnya bagian dari Berns Hotel. Keseluruhan bangunan Berns sudah didirikan sekitar tahun 1860 an. Terletak di pusat kota Stockholm di area Berzelii Park. Sangat dekat ke taman raja atau Kungsträdgården.

IMG_3893

Untuk hotelnya sendiri, menurut gue sih bagus. Bergaya old style. Menariklah. Tapi tidak terlalu luar biasa. Cuma lokasinya benar benar di kawasan central Stockholm. Dekat ke banyak lokasi turistik Stockholm. Restorannya sih menurut gue yang bikin Berns punya pamor.

AF42C428-992A-4D2F-9F7C-EF1F03A32320

Rozengrals, Gelap Gelapan di Resto Gokil Ini

Gue penyuka sesuatu  yang unik. Entah itu barang, hotel, resto, cafe, apa sajalah. Pokoknya “sesuatu yang tidak biasa”.

Jadi ceritanya, pas ngetrip ke Riga Latvia beberapa waktu lalu, tepatnya lagi ketika melewati sebuah jalan kecil di kawasan old townnya, tiba tiba mata gue tertarik akan sebuah lingkaran kayu berukuran lumayan besar (mirip drum bir), menempel di sebuah dinding bangunan. Gue ga sempat baca secara jelas tulisan di kayunya. Fontnya mirip tulisan abad pertengahan.  

IMG_7543

Seperti biasa, darah narsis gue langsung menggelora. Mintalah suami untuk motoin. Setelah cekrek mencekrek selesai, gue penasaran dong. Sebenarnya bangunan apa sih. Begitu sampai di depan, gue melihat beberapa drum kayu besar di depan bangunannya, berikut seorang pria berpakaian ala abad pertengahan. Orang orang yang lewat pun lumayan banyak yang kasih perhatian ke bangunan ini. Emang unik banget sih. Lumayan berhasil menarik perhatian turis.

IMG_7542
Bangunan restoran yang tidak biasa

Singkat cerita, barulah gue dan suami tau, ternyata bangunan itu sebuah restoran mak. Gile. Sadis banget interior di dalamnya. Setidaknya menurut gue sih sadis. Lebay yak!

Slogan bertuliskan “Autentik medieval restoran” ternyata bukan bualan semata. Memang benar benar bernuansa abad pertengahan.

IMG_7533

Dari luar sudah kelihatan sih, arsitek bangunan tidak seperti restoran pada umumnya. Kecil, berpintukan kayu tua, dinding kusam, plus daun daun yang tumbuh di dindingnya.

Mencoba masuk, nuansa remang remang langsung menyambut kami. Dinding batunya uda cadas banget umurnya. Jauh dari kesan fresh. Tangganya juga. Terlihat kusam. Aroma bangunan juga lumayan apek. Dan itu masih di pintu masuk loh. Kami belum turun ke bawah. Orang orang pun mulai silih berganti keluar masuk. Dan gue akui, seketika langsung tertarik. Penasaran ruangan di bawah kayak apa.

IMG_7537

Berbeda dengan suami, dia malah ragu ragu. Alasannya tak lain tak bukan, karena dia emang agak phobia bakteri kalau jalan jalan di luar. Padahal suami gue bukan tipikal yang pembersih banget juga. Cuma kalau sudah jalan jalan ke luar atau ke tempat umum yang lumayan ramai, dia suka parno. Entah mengapa.

IMG_7567

IMG_7566
Ruang bawah tanah

Nah, menurut suami, resto ini terlalu gelap. Bersih apa kaga, tidak keliatan. Coba, jauh banget kan sampai mikir ke situ. Gue aja yang lebih pembersih dari dia, ga kepikiran loh sama sekali. Mati ketawa kalau ingat dia bilang itu. Hahahaha.

Tapi namanya gue uda ngebet, rayuan pun berhasil. Esok harinya kami datang kembali ke Rozengrals. Dan seperti dugaan gue,  tempatnya emang gokil. Di Stockholm sebenarnya ada restoran Medieval, tapi karena berdempetan dengan bangunan lain, jadi tidak terlalu mencuri perhatian. Rozengrals ini rada nyentrik menurut gue sih.

IMG_7530

IMG_7549
Enter a caption

Rozengrals merupakan bangunan tua, tepatnya sebuah gudang bawah tanah yang dulunya, sekitar tahun 1200-an dipakai sebagai tempat menyimpan anggur/wine tua. Coba, kebayangkan. Tahun 1200  loh mak! tua banget kan bangunannya. Gue nongol di bumi pun lom tau di urutan ke berapa. Hahaha.

IMG_7546

Dan bisa dibayangkanlah ya kira kira di dalam kayak apa. Dinding batunya kasar butek. Trus pintunya juga, mewakili sejarah Romawi. Bahkan sekilas mirip film Viking/Gladiator. Aromanya agak apek. Dan di awal awal berasa agak panas dan berasa gelap. Cuma ada cahaya lilin di mana mana. Jadi efek lilin di sini agak jauh dari kesan romantis. Memang murni untuk penerangan layaknya mati lampu. Belum lagi nih, para pelayannya berpakaian ala abad pertengahan. Kepalanya pun ketutup kerudung ala Gregorian.

Dan gilanya lagi, toiletnya juga bernuansa medieval. Serasa penjara bawah tanah jaman kerajaan kuno. Autentik bangetlah pokoknya. Jadi bukan restoran modern yang sengaja dipolesi unsur medieval. Tapi aslinya memang uda bangunan abad pertengahan. Makanya mereka percaya diri membuat slogan “Autentik Medieval Restaurant”.

IMG_7556.jpg
Toiletnya dong, unik banget

Gue pernah nonton film Moses. Jadi kebayang pas ngelewati lorong Rozengrals ini, seperti keingat lagi film Moses itu. Serasi banget dengan alunan instrumental medieval yang bersiul siul di dalam. Haahahaha…keren deh pokoknya.

IMG_7565

Sepertinya sebagian besar tamu restoran ini bukan melulu datang untuk sekedar makan, kenyang, trus pulang. Melainkan juga karena sensasi yang didapat dari dalam Rozengrals. Menyantap menu sambil merasakan nuansa abad pertengahan silam. Perut kenyang sambil membawa pulang pengalaman baru pastinya.

IMG_7548
Dindingnya kelihatan tidak rapi ya. Jaman dulu banget

Sekalipun berasa gelap, dan agak suah mendapatkan hasil foto maksimal, para tamu restoran sepertinya tidak mengenal putus asa. Mereka rela dianggap rempong sampai sampai harus memasang blitz di kamera. Sibuk foto sana sini. Berdiri pun okelah. Its true. Gue menyaksikan sendiri. Bulek pun suka narsis kok. Lihat aja hesteknya di Instagram. Termasuk gue juga, ga mau kalah. Berani berbuat, harus berani ngaku dong ya. Hahaha.

Untuk menunya, pun lagi lagi disajikan secara unik. Pertama, kami diberi bungkusan yang terbuat dari kain. Mau tau isinya apa? Cuma roti doang! Tapi itupun jadi menyenangkan membukanya.

Rotinya jelas bercitra rasa klasik. Aroma gandum dan tepungnya masih kental banget. Dan benar benar rasa tepung. Dibilang manis ga, asin juga kaga (menurut lidah gue sih). 

IMG_7550

IMG_7551
Rotinya dibungkus kain

Aura restoran yang memang medieval abis, mau ga mau kesedot juga ke penampakan makanannya. Makanan jadi terlihat klasik. Sedangkan untuk rasa, tidak mengecewakanlah. Memang enak. Dagingnya benar benar empuk. Dan porsinya besar luar biasa.

Cuma sialnya nih, gue sempat kemakan kalimat suami. Dengan cahaya yang lumayan minim, sekilas kami tidak begitu jelas melihat penampakan makanan yang kami makan. Ada perasaan eng ing eng juga di awal awalnya. Tapi lama lama, tancap ajalah. Hahahaha.

IMG_7563

IMG_7562
Ini non halal. Gede bingit. Hahahha. Kaga habis!

Harga makanan sih relatif. Tergantung jenis menu. Kami sendiri dikenakan biaya sekitar 45 euro.

Nah, kalau ada yang berencana berlibur ke kota Riga Latvia, ga ada salahnya mencoba keunikan Rozengrals ini. Lokasinya berada di jalan Rozena, kawasan Old Town Riga.

To be Continued…

“Semua foto merupakan dokumentasi pribadi ajheris.com, hanya diambil dengan menggunakan camera handphone”

Duo Gendut Makan Malam Kece di Lammet & Grisen

Beberapa waktu lalu, gue dan suami menghabiskan weekend di Sälen, sebuah kawasan wisata musim dingin di propinsi Dalarna, Swedia. Selain ingin menikmati Dogs Sled, kami juga berencana akan makan malam di sebuah restoran, yang dikenal dengan sistem Buffetnya

Sudah lama berniat mencoba menu di Lammet & Grisen. Dua kali membooking meja, dan dua kali pula gagal maning alias menerima jawaban “full booking”. Dan untuk yang ketiga kalinya, barulah berhasil. Begitupun, harus dibooking dua bulan sebelumnya.

img_0579
Lammet & Grisen

Seperti yang sudah pernah gue singgung di tulisan terdahulu, Sälen adalah kawasan wisata musim dingin yang paling hits di Dalarna, terkhusus di bulan bulan Januari hingga Maret. Musimnya bermain Ski. Sehingga tidak ayal, keadaan ini berpengaruh terhadap penginapan dan restorannya. Wajib dibooking jauh jauh hari sebelumnya.

Kami tiba di Lammet&Grisen pukul setengah delapan malam. Petugas restoran memeriksa daftar nama di buku dan langsung mempersilahkankan duduk di kursi dan meja yang sudah ditentukan.

After melihat daftar menu, kami memutuskan memesan appetizers dan desserts. Untuk main course, kami sengaja tidak memilih dari buku menu. Kenapa? Karena Lammet & Grisen terkenal di menu buffetnya. Jadi sayang aja untuk tidak dicoba. Dan rata rata orang yang datang ke restoran ini memang untuk itu.

Setelah menunggu, sajian pertama pun datang. Sebuah piring panjang berisi tiga jenis appetizers. Penampilannya terlihat sangat menggoda. Pegawai restoran mulai menjelaskan nama nama appetizers. Terbuat dari bahan apa saja. Bla bla bla.

Yang jelas, ketiga jenis appetizers ini, memang sering disajikan di beberapa restoran Fine Dining di Swedia. Yang pertama Löjrom, kaviar yang berasal dari ikan Löja. Kaviarnya tidak berbau amis. Konon ikan Löja merupakan jenis ikan berukuran kecil, yang hanya bisa menghasilkan sedikit kaviar.

Yang kedua adalah Toast Skagen. Roti yang ditumis dengan butter, diberi topping berupa campuran cream, dill dan udang rebus. Dan yang terakhir adalah Beef Appetizers, yang terdiri dari potongan kecil beef setengah matang dan avocado sauce .

FullSizeRender (41).jpg
Delicious Appetizers
FullSizeRender (38).jpg
Loja Kaviar
FullSizeRender (37).jpg
Toast Skagen
FullSizeRender (37).jpg
Ini enak banget beefnya!

Dari semua appetizer yang pernah gue coba, sejauh ini, appetizers Lammet & Grisen memang paling juara. Enaknya sadis (bukan edisi lebay). Tapi memang berasa dipegang juru masak handal. Rasanya detail banget. Bukan hanya lezat secara penampilan, tapi juga di urusan rasa. Aroma rempahnya tidak tajam, tapi  ngena di hidung.

Kaviarnya juga menggelinding halus di lidah. Tidak amis.  Apalagi beef appetizersnya, ya ampun gue ga ngerti diapai itu. Bisa enak banget. Smellnya khas banget. Pernah nyobain appetizers ini di restoran lain, tapi  Lammet & Grisen mampu mengolahnya jauh lebih enak. Gue bukan bermaksud berlebihanlah. Ngapai juga membual. Meskipun urusan rasa setiap lidah berbeda beda.

fullsizerender-40

Yang kedua, kita masuk ke Main Course. Pelayan datang, dan langsung menjelaskan aturan makannya. Jadi sistem buffet di Lammet & Grisen, kalau boleh gue bilang, tidak seperti sistem buffet biasa. Main coursenya harus melalui chef. Ga bisa diambil langsung. Jadi tinggal bilang aja, mau berapa slice daging yang dimau. Baru nanti si chef akan mengiris daging sesuai permintaan kita.

fullsizerender-38
Lemari es berisi contoh daging di pintu masuk restoran

Lammet & Grisen, terkenal dengan kualitas daging pilihannya (katanya sih gitu). Bahkan contoh daging yang mereka gunakan, bisa dilihat di pintu masuk restoran. Tepatnya di sebuah lemari freezer.

Terdiri dari Pork, Lamb, dan Beef. Menu main course dijaga oleh dua orang chef. Kita tinggal membawa piring dari meja, dan chef langsung memberi daging pertama berjenis Pork.

IMG_0585.JPG
Pork

Begitu selesai makan, kita bisa ngobrol santai dulu, dan tidak perlu buru buru. Kemudian baru lanjut lagi ke session dua, dengan menu Lamb. Piring bekas makan harus kita bawa kembali dan menyerahkannya ke Chef. Sebagai gantinya, kita akan menerima piring baru berisi lamb.

Sebenarnya, gue tidak begitu suka lamb. Cuma sayang aja kalau tidak dicoba. Dan ternyata, lambnya tidak begitu berbau. Yang gue tau, aroma lamb agak gimana gitu kan. Tajam banget. Sedangkan beef adalah main course session terakhir.

IMG_0588.JPG
Beef

Untuk melengkapi main course tadi, di sebuah ruangan lain sudah disediakan tiga meja. Masing masing meja terdiri dari aneka olahan potatoes, salad, dressing, sauce dan cream. Meja pertama untuk jenis pork, meja kedua untuk lamb dan meja ketiga untuk beef.

Idealnya sih ngikuti rule mereka ya. Karena mereka sudah lebih tau, jenis daging ini dan itu, cocoknya disantap dengan jenis olahan kentang, salad, dressing dan sauce seperti apa. Dan itu nyam nyam semua. Apalagi saladnya. Ternyata bukan cuma rumor, beneran enak dan rekomen rasanya.

FullSizeRender (41).jpg
Lamb

TerakhirDessert. Rasanya sih tidak luar biasa. Cuma pihak restoran sepertinya tau, dengan menu buffet yang sampai tiga session itu, sudah pasti membuat kenyang. Desserts dibuat tidak terlalu manis, tapi cenderung asam. Segarlah di mulut. Tidak berasa eneg.

FullSizeRender (38).jpg

FullSizeRender (40).jpg
Dessert dengan taste yang asem segar. Berikut cream saffron dan Cloudberry Jam.

Harga berdua untuk menu Buffetnya dikenai sekitar 1300 Sek. Appetizer, dessert, kopi dan dua botol wine non alkohol sekitar 600 Sek. But its worth it.

Sekarang waktunya kembali ke laptop. Ngobok ngobok dapur! Jadi teringat ikan sambal balado yang kemaren gue masak? Enakan mana ama makanan di atas? Hahahhaha.

FullSizeRender (37).jpg
Indonesia Raya….ini lebih juara!!! Hahahaha

See you in my next story.

Salam dari Mora,

Dalarna, Swedia.

“Semua foto di dalam tulisan ini, merupakan dokumentasi pribadi ajheris.com