Menjelang akhir tahun lalu, gue menghadiri sebuah acara pemakaman kerabat jauh keluarga suami. Sejak tinggal di Swedia, ini acara Funeral kedua yang gue hadiri. Yang satu meninggal karena bunuh diri dan yang satunya lagi karena sudah lanjut umur (hampir 100 tahun).
Jelas sekali perbedaan tradisi yang gue lihat. Apalagi jika harus membandingkan dengan acara kematian di adat Batak. Kenapa harus Batak? Ya karena darah yang mengalir di tubuh gue seratus persen batak. Lahir dan tumbuh besar dari keluarga yang masih menjunjung tinggi nilai nilai budaya batak. Sebuah suku dengan adat istiadat yang sulit dan kompleks.
Orang batak sehari harinya tidak bisa lepas dari adat. Seumur hidup, harus siap membayar adat. Bahkan kadang, tersirat kalau urusan perut menjadi nomor sekian, demi menjunjung tinggi nilai adat. Seringnya adat memanggil, dan sesering itu pulalah uang mengalir keluar!
Nikah pakai adat, anak lahir pakai adat, anak dewasa secara gereja pakai adat, lulus sarjana juga pakai adat, memberangkatkan anak ke perantauan kadang pake adat, memasuki rumah pakai adat, sampai puncaknya, di saat kematian pun, suku batak tetap menjalankan adat. Dan itu terbilang sangat fantastis. Baik dari segi waktu, tenaga maupun dana yang dikeluarkan. Ketika semua itu harus gue bandingkan dengan peristiwa kematian di Swedia, maka inilah yang bisa gue simpulkan.
A. MENINGGAL DENGAN SEBUAH GELAR
Ketika orang batak meninggal, dan meninggalkan satu atau beberapa orang anak, dan semuanya sudah berumah tangga, memiliki cucu bahkan cicit, maka yang meninggal tadi diberi gelar “SAUR MATUA”.
Saur Matua artinya meninggal sempurna secara duniawi. Sebagai orang tua, dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Membesarkan, mendidik hingga menghantarkan anak anaknya sampai ke jenjang pernikahan. Dan semasa hidupnya pun, kebahagiannya dianggap sempurna, karena sudah memiliki cucu bahkan cicit. Sehingga kematian seseorang yang Saur Matua, bukan lagi sekedar cerita sedih semata, tapi ada unsur suka cita dan bangga di dalamnya. Terutama bagi seluruh keturunannya, karena memiliki orang tua yang sehat, panjang umur dan meninggal di usia yang relatif tua.
Sebaliknya, jika seseorang meninggal dunia tetapi belum berhasil menikahkan seluruh anak anaknya, maka gelar yang diberikan padanya adalah “SARI MATUA”.
Di Swedia? Dipastikan tidak ada memakai embel embel gelar seperti di atas. Jika seseorang meninggal dunia, baik tua, muda, belum menikah atau sudah menikah, memiliki cucu atau cicit, sama saja. Tidak ada bedanya. Tidak ada yang spesial. Tidak ada perbedaan prosesi funeral. Meninggal sama artinya dengan: dikebumikan tanpa adat yang melelahkan.
B. PENGUBURAN JENAZAH RELATIF LAMA
Sudah bukan rahasia umum lagi, jika acara kematian di adat batak memakan waktu yang lumayan lama. Bisa berhari hari, bahkan berminggu. Apalagi jika meninggal dengan gelar Saur Matua tadi. Selain karena menjalankan adat penuh, faktor kehadiran anggota keluarga pun bisa menjadi alasan. Jadi jangan heran, jika penguburan jenazah bisa saja diperlama hanya karena menunggu kehadiran anggota keluarga di perantauan.
Di Swedia? Ternyata lebih lama lagi! Bisa dua atau tiga minggu terhitung sejak tanggal kematiannya. Bedanya, jenazah lama dikubur bukan karena alasan adat, melainkan karena harus menunggu tanggal yang tepat untuk acara Funeral. Tidak ditangisi dan tidak juga dilihat sama sekali. Tidak ada prosesi acara apapun terkait jenazah, sampai funeral tiba waktunya.
C. FULL ACARA ADAT
Di suku batak, acara kematian seseorang sangat kental dengan unsur adat. Selama jenazah belum dikebumikan, setiap hari adatnya berjalan. Bernyanyi, mengangkat jenazah ke tempat tidur, manortor, kemudian memasukkan jenazah ke dalam peti mati, sampai mengeluarkan peti jenazah ke luar rumah. Diletakin di tengah halaman dan dikelilingi sambil menari (manortor). Semua ritual di atas tidak dilakukan dalam sehari. Tapi berhari hari sesuai lamanya acara adat. Dan itu sangat sangat melelahkan. Energi terkuras. Kurang tidur sudah pasti.
Di Swedia? Selain tidak mengenal acara adat, jenazah tidak pernah dibawa pulang ke rumah, melainkan disimpan di rumah sakit. Dan begitu tiba waktunya, jenazah akan dibawa ke acara Funeral. Acara Funeral pun berlangsung sangat cepat. Hening dan tidak crowded.

Jika orang batak lebih banyak mengurus sendiri prosesi adat dan pemakaman, maka di Swedia bisa memilih. Mengurus sendiri atau menggunakan jasa lembaga pemakaman. Dan kebanyakan memang menggunakan jasa pemakaman untuk mengurus segala sesuatunya. Mulai dari pemesanan peti jenazah, bunga, iklan di koran, makan jika ada, singer, dll. Jadi anggota keluarga tinggal tenang. Tidak ada wajah wajah lelah, kurang tidur atau apalah, karena sibuk mempersiapkan ini itu. Apalagi menjalankan adat berhari hari.
D. ORANG YANG DATANG MELAYAT SANGAT BANYAK
Orang batak terkenal akan eratnya hubungan pertalian kekerabatan. Kasarnya nih, yang tadinya tidak ada ikatan persaudaraan, kalau talinya ditarik paksa jadinya bersaudara juga. Jadi tidaklah heran, jika di sebuah acara kematian suku batak, yang namanya pelayat hingga ratusan orang itu sudah hal biasa. Apalagi di puncak acara adatnya. Buanyaaakkkkkk banget!
Di Swedia? Malah sebaliknya. Orang yang datang melayat relatif sedikit. Bahkan kadang, tidak ada satu orang pun yang datang melihat. Apalagi jika semakin tua, semakin tidak ada yang datang. Terbalik banget dengan orang batak yang meninggal Saur Matua. Yang melayat malah makin mengguncang bumi.

Bahkan, ketika seseorang meninggal dunia di Swedia, tetangga sebelah rumah pun belum tentu datang melayat. Kalau sampai hal ini terjadi di acara kematian orang batak, sudah panjanglah bahasan urusan etika dan norma norma kehidupan.
E. TANGISAN MEMILUKAN
Buat gue, menangis di sebuah acara kematian batak, merupakan momen yang sangat memilukan. Sampai ke ulu hati. Mengapa? karena sebagain besar tangisan orang batak cenderung sangat ekspresif. Sangat emotional. Tidak cukup dengan isak tangis dan air mata saja. Mereka menangis sambil berbicara, mengeluarkan kata kata dari mulutnya. Seperti kesedihan yang tertumpah dari dalam hati. All out sekali. Mereka menangis dengan sebuah ungkapan. Tindakan ini dikenal dengan istilah Mangandungi (Menangisi jenazah sambil mengeluarkan kata kata, bahkan ada yang sambil bernyanyi).
Jika seseorang Mangandungi, biasanya yang lain akan terbawa suasana. Dan akhirnya sama sama menangis. Dan ruangan pun tiba tiba penuh dengan suara tangisan campur jeritan.
Di Swedia? Beda jauh! Suasananya sangat formil dan hening. Nyaris tidak terdengar suara tangisan apalagi jeritan. Kalaupun ada, sebatas isakan. Tidak sampai mengeluarkan kata kata yang menyentuh. Biasanya di acara Funeral, selain bernyanyi, kebanyakan acara diisi dengan diam semata. Seperti mengheningkan cipta. Mengingat kembali kenangan dengan yang meninggal. Biasanya, pada saat inilah mereka meneteskan air mata. Khususnya dari keluarga inti. Namun meskipun cuma isak tangis yang cenderung tertahan, suasana hening juga mampu menyeret emosi.
Gue pribadi sangat sedih, ketika mengikuti acara Funeral salah satu kerabat. Tidak ada orang lain di dalam gereja. Cuma keluarga inti, berlima bareng suami dan tiga kerabat lainnya. Bagi gue keadaan itu lumayan membangkitkan rasa pilu. Ketika meninggal di usia tua, tidak ada handai tolan yang melihat.
F. BIAYA KEMATIAN RELATIF BESAR
Yup, biaya kematian suku batak memang relatif besar. Kebayanglah, acaranya saja berhari hari bahkan sampai berminggu. Orang yang datang pun jumlahnya hingga ratusan. Dan setiap hari, para pelayat harus diberi minum, diberi lapet (kudapan khas batak), diberi kacang. Berapa kilogram gula dan kopi yang dibutuhkan setiap harinya.
Biasanya juga, keluarga akan memotong satu ekor anak babi ukuran kecil. Dimasak dan diberi kepada orang orang yang menjaga mayat semalam suntuk. Kebayang kan setiap hari motong satu ekor babi. Dan puncaknya adalah, ketika yang meninggal dunia sudah Saur Matua, seekor kerbau besar pun siap dipotong. Satu ekor kerbau! Hitung saja harganya 🙂

Pihak keluarga harus menyiapkan uang di dalam amplop, dibagi bagikan kepada handai tolan yang hadir. Besar kecilnya tergantung kesuksesan ekonomi mereka. Biasanya, acara membagi bagikan uang ini dianggap juga sebagai salah satu bentuk prestise di sebuah acara kematian adat batak. Semakin besar nominalnya, dianggap keturunan yang meninggal semakin memiliki prestise luar biasa. Oalaaa mak! udalah kemalangan harus ngeluarin uang pulak!
Belum lagi berbagai dana untuk dokumentasi pribadi, mulai dari seragam keluarga, biaya salon, album photo, liputan video sampai musik. Jadi jangan kaget, jika biaya kematian di suku batak bisa melebihi biaya perkawinan. Puluhan bahkan ratusan juta juga bisa.
Kalau tidak punya uang? Ya tetap jalan. Dengan membuat acara yang paling STANDARD. Tapi tetap aja, jatuhnya mahal juga. Maka tidak sedikit yang pusing setelah acara pemakaman selesai. Bayar tagihan kiri kanan. Jual emas bila perlu. Demi jalannya sebuah adat kematian. Sigh!

Di Swedia? Ternyata biayanya pun jauh lebih mahal! Kalau di suku batak, selain biaya lainnya, biaya kematian menjadi mahal karena jumlah pelayat yang sangat banyak. Dan otomatis berpengaruh ke urusan catering dan tetek bengek yang gue sebut di atas. Nah, di Swedia malah sebaliknya.
Mahalnya biaya funeral bukan karena banyaknya pelayat yang datang, melainkan karena pengeluaran biaya untuk hal hal seperti iklan di koran (biaya iklan ini memang lumayan mahal), peti jenazah (bisa mencapai puluhan juta), bunga mawar, musik dan solois jika diperlukan, biaya makan untuk segelintir orang, biaya jasa perusahaan yang mengurus persiapan Funeral dari awal hingga akhir.
Dan untuk semua itu, biayanya bisa mencapai 70 juta rupiah. Meskipun memang, biaya ini sifatnya relatif dan tidak harus. Tergantung kesanggupan ekonomi pihak keluarga.



Di Swedia, jika yang meninggal merupakan anggota tetap gereja, dan ingin menjalankan funeral secara liturgi kristen, mereka tidak dikenakan biaya atas penggunaan gedung gereja dan jasa pendeta. Karena setiap tahunnya, para anggota tetap gereja membayar pajak keanggotaan.
Lantas jika bukan anggota tetap gereja bagaimana? Boleh boleh saja, tapi mereka dikenakan biaya atas penggunaan gedung gereja dan jasa pendeta.
Kalau dana tidak ada?
Jika benar benar tidak memiliki dana (ini juga ga bisa asal asalan, harus bisa dibuktikan), biasanya pemerintah akan memberi bantuan biaya. Biaya untuk sebuah acara funeral yang sangat simple. Tidak ada iklan di koran, tidak ada acara makan bersama, hanya musik gereja tanpa singer, peti jenazahnya pun terbuat dari kayu biasa.
G. RATA RATA UKURAN MAKAM SANGAT BESAR
Selain berukuran kecil (layaknya pemakamaman pada umumnya), bangunan makam di kampung batak juga memiliki ukuran yang sangat besar dan mewah. Meskipun begitu aura magis dan horornya tetap berasa.
Satu bangunan makam berisi peti jenazah dari anggota keluarga yang sudah wafat terlebih dahulu. Setelah acara kematian, jenazah dimasukin ke dalam bangunan makam. Jadi tidak dikubur ke dalam tanah. Dan biasanya, pemakaman besar seperti ini cenderung menggunakan tanah adat ulayat. Bisa di sebelah rumah atau di lingkungan desa.

Di Swedia? Dipastikan tidak ada bentuk bangunan kuburan seperti ini. Semuanya sangat simple dan kecil. Horor? Tidak! Jauh dari kesan magis dan menyeramkan. Sebaliknya terlihat nyaman, cantik dan fotogenik. Bertabur tumbuhan bunga di sekitarnya.
Kalau di Batak, bangunan makam bisa diisi dengan peti jenazah dalam jumlah yang banyak, maka Swedia hanya memperbolehkan maksimal empat peti jenazah untuk satu liang lahat.
Bagaimana jika lebih? Biasanya dikremasi. Sedangkan tanah pemakaman yang digunakan pun, tidak bisa sembarangan. Melainkan sudah ditentukan oleh pihak pengelola gereja. Di Swedia, lembaga administrasi gereja merupakan pihak yang dipercaya pemerintah dalam mengelola tanah makam dan urusan kematian semua warga. Jadi bukan terpaku pada agama kristiani saja.
Nantinya tanah makam akan dibagi menjadi dua jenis, makam untuk semua warga tanpa melihat jenis agamanya dan satu lagi tanah makam khusus bagi anggota tetap gereja (ini pun hanya wilayah tertentu saja, di gereja gereja kecil pedesaan).

Setiap warga berhak mendapat layanan kematian di kemudian hari. Contohnya seperti tersedianya lahan makam, acara penguburan yang dilakukan lembaga pengelolaan gereja (jika yang bersangkutan tidak memiliki keluarga atau sebatang kara).
Itulah sebabnya, setiap warga Swedia yang sudah bekerja, wajib membayar pajak kematian setiap tahunnya, sebesar 0,32 persen dari total penghasilan, yang dikenal dengan sebutan Begravningsavgift.
See you in my next story.
Salam dari Mora,
Dalarna, Swedia.
Pantesan waktu menek aku meninggal rick dan mamanya nanya kenapa mayat dibawa pulang? Yah aku jelasin deh tradisinya kaya gitu,tapi mereka kayanya masih bingung tuh,..gak taunya memang disana klo org yg sudah meninggal gak dibawa kerumah ya..hehehehe
LikeLike
Iya Ulfa. Ga dibawa ke rumah. Kalau funeral dilakukan sec ajaran christiany, baru dibawa ke gereja dolo. Kalau ga lgsg ke pemakaman atau kremasi.
LikeLike
Ha ha ha..kalau kita tetanggaan di Medan, trus aku nggak tau kalau tetanggaku monding, yang kelewatan itu malah aku ya Len 😀 wkwkwk…bukan yang berkabung….padahal dipasang pita merah di jalan…belum lagi margondang…:D
Beda sikit sama kuburan Denmark ya Len…di Denmark sudah kau lihatlah dari photo2 di blogku kan pake boneka, lilin, dll…apa ada juga disana kek gitu?
LikeLike
Ada pernak pernik lilin. Lentera juga. Biasanya dipasang di saat mengenang orang meninggal. Cantiklah sekaligus semua makam kaya candle light dinner mereka hahahah. Tp kebanyakan bunga dibuat. Aku uda kenyang kali acara kematian di batak ini. Mulai opung, orang tua, kakak sampai kakak ipar. Ahhh capek kali rasanya
LikeLike
mahal banget 70 Juta. kalau disini mungkin sudah untuk biaya nikah, lebih dari cukup
LikeLike
Iya mahal memang. Tp tergantung pihak keluarga, kalau sekiranya mereka ga sanggup paling bisa dibuat lebih murah. Tp biasanya kira kira segitulah. Kalau di suku batak juga sering kan, biaya kematian menyamai biaya pernikahan.
LikeLike
Memang Nilai-Nilai Adat yang ada di Batak mengandung makna yang mendalam serta menjunjung persaudaraan,. dan bagi rakyat Indonesia yang menjunjung persaudaraan akan merasa jauh berbeda dengan kebudayaan/kebiasaan bangsa lain.
#BanggaIndonesiaKayaBudayaKayaMakna
LikeLike
Betul sekali. Cuma semua punya plus minuslah. Masing2 negara beda kultur ya😊 makasih uda baca blog ini
LikeLike