Sebelumnya gue sudah bercerita tentang kunjungan kami (gue dan suami) ke kota kelahiran Astrid Lindgren di Vimmerby Småland. Dari situ kami melanjutkan perjalanan ke sebuah desa yang masih termasuk wilayah Småland.
Dari Vimmerby, perjalanan kurang lebih 20 menit berkendara. Tempat yang kami tuju adalah Bullerbyn. Kalau sudah biasa membaca bukunya Astrid Lindgren, tentulah Bullerbyn tidak asing lagi di telinga kalian.
Bullerbyn merupakan sebuah farm place yang menceritakan tentang kehidupan 6 orang anak yang tinggal di tiga rumah yang saling berdekatan. Ternyata Bullerbyn itu beneran ada. Tidak hanya cerita semata. Sepertinya bukan sengaja dibangun karena ketenaran ceritanya. Tapi sudah ada sebelum cerita Bullerbyn ditulis. Karena masing masing rumah di Bullerbyn memang ada pemiliknya loh dan sampai sekarang masih ditinggali. Bahkan salah satu dari ketiga rumah ini, pernah ditinggali ayah Astrid sewaktu ayahnya masih kecil. Dan tempat inilah yang sepertinya menginspirasi seorang Astrid Lindgren untuk menulis cerita tentang Bullerbyn.
Tiga rumah dalam cerita Bullerbyn sampai sekarang masih berdiri kece. Bahkan di depan salah satu rumah dalam cerita Bullerbyn malah ada tulisan privat, yang artinya si turis tidak diperbolehkan memasuki halaman rumah. Jadi hanya bisa melihat dari luar pagar.
Terkecuali ada satu rumah yang oleh pemiliknya, pengunjung diperbolehkan masuk. Bahkan bisa berbicara langsung dengan beliau. Sosok pria yang sudah lumayan tua. Menurut beliau, rumah di Bullerbyn jarang dia tempati. Beliau hanya berkunjung ke rumah ini dikala musim panas saja.




Rumah yang sepertinya kurang dirawat. Rumput liar di sekitar halaman rumah banyak banget. Tapi tak sedikit juga bunga bunga cantiknya. Dan barang barang yang terlihat di belakang rumah juga sengaja dibiarkan sedikit berantakan. Tapi malah kelihatan unik. Kata dia supaya antik. Benar sih, rustic banget kelihatan. Jadi seperti di majalah majalah gitu. Sang pemilik juga bercerita, kalau ayah Astrid Lindgren pernah tinggal di rumah itu. Tapi kalau tidak salah hanya sampai berumur 10 tahun. Ini sih menurut cerita beliau ya.





Di Bullerbyn, kami disambut pertama sekali oleh dua orang anak. Yang satu anak lelaki dan satu lagi anak perempuan. Ketika gue bertanya siapa namanya, si anak perempuan menjawab “LISA”. Nama yang sama persis dengan salah satu anak dalam cerita Bullerbyn. Sepertinya dia sengaja menyebut nama itu 🙂
Kedua anak tersebut sepertinya sengaja berada disana untuk sekedar membantu para pengunjung dan memberitahu tempat parkir. Dan setelah itu, kami pun memasukan uang koin ke dalam kaleng yang sudah mereka siapkan. Sukarelalah.

Di sekitar Bullerbyn terdapat landscape pedesaan yang asri. Kami pun menikmati secangkir kopi dan cake, diantara heningnya alam pedesaan Bullerbyn saat itu. Sesekali mata gue menatap anak anak yang bermain ayunan tua. Suasana desanya berasa banget. Bagaimana tidak, Bullerbyn hanya dikelilingi tiga rumah kayu khas Swedia, dua buah gudang besar dan sebuah cafe bergaya vintage. Dan akupun jatuh cinta dibuatnya.





Dari Bullerbyn, kami menuju Katthult. Sebuah farm place yang menjadi tempat atau lokasi pembuatan film layar lebar Emil i Lonneberga. Harga tiket untuk masuk ke tanah pertanian ini seharga 40 Sek perorang.
Dibanding Bullerbyn, atmosfir pertaniaan di Katthult lebih berasa. Ada peternakan kuda, babi, domba dan ayam. Tentu saja dengan gaya pertanian jadul jaman dulu.
Bentuk babinya itu loh, bulat montok berwarna pink. Hahahaha.
Ayamnya juga! kakinya pendek dan bulunya lebat. Kalau berjalan lucuk banget. Seperti ayam dalam film kartun. Senang banget melihatnya. Rumah yang menggambarkan kediaman keluarga Emil pun masih berdiri manis di Katthult.
Bahkan sesekali kami melihat pemiliknya terlihat keluar masuk dari rumah itu. Dan pengunjung juga tidak diperbolehkan memasuki halaman rumah. Cukup melihat dari luar pagar. Bahkan di loket masuk pembelian tiket, sudah ada tulisan yang memohon agar pengunjung tidak berkunjung lewat dari pukul 7 malam. Mungkin pemilik juga butuh privacy dan ketenangan.

Tak jauh dari sini, kami juga melihat sebuah toilet dari kayu berwarna merah. Toilet dimana Emil pernah mengunci sang ayah di dalamnya. Ada juga gudang yang berisi patung patung kayu berukuran kecil dalam jumlah yang sangat banyak. Patung patung yang dibuat sendiri oleh Emil ketika menjalani hukuman dari sang ayah dan mengurungnya di gudang tersebut. Kalau ini sepertinya sengaja dibuat sedemikian untuk kepentingan wisata. Agar lebih hidup suasananya.



Bahkan tiang bendera dimana Emil pernah menggantung adik perempuannya juga ada dan bisa dilihat. Bisa gue bayangkan kenakalan dia.
Intinya kawasan ini benar benar dipertahankan persis seperti dalam cerita Emil i Lonneberga. Sehingga pengunjung yang datang pun dapat dengan mudah bernostalgia dan mengingat kembali cerita tersebut. Atau setidaknya bagi yang belum pernah membaca cerita bukunya, sedikit banyak ada gambaranlah.







Sungguh betapa gue menikmati liburan kami saat itu. Bisa mengunjungi tempat tempat yang menjadi inspirasi tulisan seorang Astrid Lindgren. See you in my next story.
“Semua foto hanya menggunakan camera handphone”
Wah, keren sekali. Waktu kecil saya suka membaca “The Six Bullerbyn Children”. Thanks mbk, senang sekali membaca postingan ini. 😊
LikeLike
Sama sama. Aku bisa bayangin rasanya para penyuka cerita Astrid pasti excited berada di sini. Karena aku sendiri pun sangat terkagum.
LikeLiked by 1 person
Iya mb, bagi saya Bullerbyn itu seperti negeri dongeng yang jauh. Semoga suatu saat saya bisa ke sana. 😊
LikeLiked by 1 person
aminn n
LikeLiked by 1 person
wih tempatnya asri banget , mantep buat memanjakan mata
LikeLike
Iya betul. Nature banget yak
LikeLike
Seneeng bgt bacanya.. langsung mbayangin suasananya. Beruntung banget bisa sampai sana…
Smoga next keberuntungan itu jg berpihak ke AQ ya… Nostalgia dgn cerita masa kecil…
Makasih mbak..sudah mendeskripsikan dgn begitu indah.. 🥰
LikeLike
Sama sama mba😁
LikeLike