Meski sudah 6 tahun tinggal di Swedia, tapi yang namanya salju di hari pertama selalu membuat hati gue senang. Buat saya pergantian musim itu selalu punya warna dan cerita. Masalah bosan di musim dingin yang panjang ya itu urusannya nantilah
Belakangan ini iklim bumi semakin tak menentu. Bayangkan sebentar lagi akan memasuki bulan November tapi suhu di tempat gue masih dominan plus. Minus cuma numpang sehari doang. Di tengah kekhawatiran akan berkurangnya kuantitas curah salju justru di bulan Oktober ini malah sudah turun.
Itulah sebabnya ketika salju turun gue senang banget. Meski saljunya tidak begitu deras dan tebal seperti biasanya. Salju turun masih dalam hitungan musim gugur sebenarnya. Dan sudah dua kali turun meski tak bertahan lama dan dalam hitungan sehari sudah kembali mencair. Mudahan nanti turun lebih tebal lagi. Rinduuuuuu gue……………………..
Gue bikin videonya di youtube. Jika mau ditonton silahkan ya…
Beberapa hari yang lalu entah mengapa saya tiba tiba menonton ulang semua highlights di Instagram story saya. Dan ternyata melihat postingan beberapa waktu silam seolah mengulang memori. Seperti sebuah album. tepatnya album kenangan. Untung saya susun seperti itu sebelumnya. Apalagi kumpulan video dan gambar ketika saya pulang liburan ke tanah air beberapa tahun lalu. Betapa indahnya. Bali memanggil manggil dari pantainya. Kuliner Medan seolah membuat saya lapar terus……..uuuuuuuu rindu sangat!
Semakin ke sini banyak sekali yang berubah dalam diri saya. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Perubahan mana tidak perlu terlalu detail saya tulis di sini. Banyak kejadian sedih dalam setahun ini. Membuat saya semakin menghargai waktu. Semakin meningkatkan kualitas bersama suami. Hidup tiada yang pernah tahu.
Kebetulan blog ini baru saja dibayar iuran tahunannya………………jreng jreng! Jadi harus difeedinglah sesekali. Sayang kan buang buang duit kalau ga dipake. Secara saya ga pasang iklan juga di sini.
Saya putuskan untuk menulis sebisa mungkin hal indah yang saya lalui. Biar kelak jika saya semakin menua dan diberi umur panjang, saya bisa mengulang membaca tulisan saya di blog ini. Kalau saya dulu pernah begini, pernah begitu, pernah quality time berdua suami.
Beberapa hari lalu saya berdua suami mengunjungi Tällberg, desa kecil nan indah dan tenang yang tidak pernah membuat bosan untuk dikunjungi. Selain itu banyak resto fine diningnya. Jadi cocok untuk menghabiskan quality time.
Selama wabah covid belum usai, kami memutuskan untuk tidak liburan. Tapi tetap melakukan quality time ke tempat terdekat. Baik itu sekedar Fika atau makan siang.
Kami berangkat sekitar pukul 1 siang. Cuaca kadang bersahabat kadang tidak. Sebentar hujan sebentar cerah. Tapi saya sangat menikmati. Saya anggap hari itu adalah pengganti liburan. Kami mengitari beberapa tempat, melihat perkampungan, rumput hijau, sapi yang lagi malas malasan, kuda yang sedang sibuk dengan rumput rumputnya, rumah rumah kayu berwarna merah serta kabin tua. Oh iya…………danaunya juga.
Kami memutuskan fika di sebuah cafe tua. Bangunan vintage khas skandinavia. Nuansa kayunya autentik sekali. Saya memang semakin menggilai cafe dan hotel tua seperti ini. Hari itu entah mengapa rasanya indah sekali. Menyantap cake coklat dan menatap danau bisu di depan mata. Tak lupa barisan kabin kabin yang seolah membawa saya ke masa lampau.
Ini comot foto yang lalu saja. Tempatnya sama.
Masih ada waktu buat kami untuk sekedar melihat toko toko vintage dan mengitari area resort di Tällberg ini. Hingga waktunya kami memasuki hotel tua bernama Tällbersgården, sebagai tempat untuk menghabiskan malam yang masih terang.
Makan malam yang nikmat yang lagi lagi disuguhi pemandangan indah. Saya jatuh cinta sekali dengan hotel ini. Semua properti di dalamnya autentik. Old style. Meja makan sengaja tidak diberi taplak untuk menampilkan keautentikan kayunya. Ini sudah yang keempat kalinya kami ke sini dan tetap membuat jatuh cinta.
Pemandangan di luar hotel pun sangat indah. Sangat nyaman. Ternyata untuk sesuatu yang elegan tidak melulu harus dengan gemerlap kristal. Ulasan hotel ini sudah pernah saya tulis di sini.
Seporsi dessert menjadi pelengkap terangnya malam di Tällberg. Suhu yang agak dingin mengharuskan saya menarik blanket di kursi. Hingga sunset datang menyapa kami. Kami masih menikmatinya. Hari yang indah meski hanya dalam hitungan jam.
Enam tahun dan tetap bersyukur. Jag älskar dig
Cerita lengkap dalam video bisa dilihat pada akun youtube saya di bawah ini :
Musim semi menjadi salah satu ajang memanen air dari batang pohon birch atau di Swedia lebih dikenal dengan sebutan björk. Kenapa harus di musim semi? Karena di musim inilah daun pohon mulai bermunculan dan batangnya otomatis membutuhkan banyak air. Salju yang mencair akan terserap perlahan ke batang pohon. Kira kira bahasa sederhananya kurang lebih begitulah. Mungkin saya kurang pandai menjelaskan secara ilmiah.
Idealnya air dari batang birch ini diambil ketika daunnya baru bermunculan (masih muda). Jadi kandungan air di dalam batangnya masih banyak. Masing masing batang pohon birch memiliki kandungan air yang berbeda. Tergantung di mana pohon ini tumbuh. Untuk mendapatkan air dari batang birch memerlukan waktu yang relatif lama. Dan setiap pohon mampu menghasilkan air dalam takaran yang berbeda sesuai diameter pohon.
Batang birch memiliki penampakan khas dengan awarna kulit yang agak keputihan dan memiliki pelepah layaknya lumut di permukaannya
Menurut keterangan wikipedia, untuk pohon birch dengan lingkaran 5 centimeter mampu menghasilkan air sekitar 1 liter dalam sehari dan yang berdiameter 30 centimeter mampu menghasilkan sekitar 5 liter dalam sehari.
Pohon birch tumbuh tidak di setiap negara melainkan hanya di beberapa wilayah di dunia termasuk Swedia. Umumnya pohon ini tumbuh di wilayah utara. Di Swedia sendiri pohon birch menjadi salah satu komoditas ekonomi. Selain di export juga untuk keperluan kayu bakar. Harga kayu ini relatif mahal karena termasuk kayu yang padat.
Air dari batang pohon birch digadang gadang baik untuk kesehatan. Bahkan di beberapa wilayah negara bisa dijual dengan harga yang relatif mahal. Konon di Jepang untuk satu liter airnya bisa dihargai sekitar 500 Sek atau setara 800 ribu rupiah. Mungkin selain pohonnya yang hanya tumbuh di wilayah tertentu, juga butuh waktu yang lama untuk mendapatkan 1 liter airnya. Bisa seharian.
Di Swedia sendiri kegiatan mengambil saft birch ini sudah berlangsung dari ratusan tahun silam. Cuma semakin kesini tradisi ini semakin berkurang. Dan satu hal yang perlu diketahui bahwa untuk mendapatkan air dari batang birch tidak boleh sembarangan Hanya ada dua, harus diambil dari lahan hutan milik sendiri atau jika tidak memiliki lahan hutan wajib meminta ijin dari pemilik lahan hutan.
Di tempat saya tinggal pohon birch relatif sangat banyak. Karena warga di desa tempat saya tinggal kebetulan rata rata memiliki lahan hutan pribadi. Jadi saya dan suami mencoba mengambil air mineral dari batang birch di awal musim semi kemarin. Butuh waktu seharian untuk mendapatkan airnya.
Bagaimana rasanya? Seperti air minum biasa saja. Tapi entah mengapa perasaan saya menganggap airnya memang berasa sangat segar. Entah sugesti atau bagaimana saya juga kurang tahu. Tapi segar banget.
Uniknya jika tidak langsung diminum lebih dari 3 hari, air ini akan mengalami fermentasi dan berasa agak asam. Tapi saya belum pernah mencoba karena sebelum 2 hari sudah habis saya minum. Sebaiknya air ini jangan dimasak karena akan merusak komponen alami dalam air. Begitu informasi yang saya baca. Melihat langsung air keluar dari batang pohon ini hingga meminumnya memang berasa amazing. Berasa hidup di jaman apalah itu. Pengalaman tersendiri buat saya.
Jika ingin melihat bagaimana secara lengkap saya mengambil air mineral dari batang birch ini, kalian bisa tonton video di bawah ini. Jika ingin pahalanya bertambah, jangan lupa disubscribe dan diklik tanda loncengnya agar kalian tahu video terbaru yang saya upload. Hahaha…………………peace!
Ya sudahlah daripada benjol mending nulis recehan saja. Bingung soalnya mau nulis apa. Beneran mood menulis di blog lagi jelek banget.
Saya mau cerita tentang sebuah cafe yang terletak di kawasan Dalarna. Namanya Cafe Ryggasstugan. Setelah 5 tahun stay di Swedia justru saya baru tahu jika ada cafe kozy dan kece yang lokasinya tidak begitu jauh dari tempat tinggal saya. Cuma 30 menit berkendara.
Ahhh tenangnya…
Dan lucunya lokasi cafe dekat sekali dengan rumah yang kebetulan tidak kami (saya dan suami) tinggali tapi lumayan sering kami datangi untuk keperluan sewa menyewa. Cuma 5 menit berkendara. Ya ampun kemana saja sih????
Bisa melihat sekeliling sambil jalan kaki
Di saat summer bangku kayu disediakan di tepi danau
Dan semakin berasa gerrrrrrrrrr…..ketika suami bilang kalau dia sudah lama tahu soal cafe ini. Cuma karena bukan wilayah yang setiap hari dilewati, jadi dia ga kepikiran saja untuk ngajak fika di situ.
Forest….
Singkat cerita pas musim panas kemaren sangkin sukanya saya dengan cafe ini, saya berkunjung hingga 3 kali dalam waktu lumayan berdekatan. Saya memang pencinta cafe resto dan hotel bernuansa vintage terkhusus dari material kayu. Apalagi berdiri di sekitar nature.
Coba lihat cafenya….mungil banget diantara pinus. Dan gerobak tua itu dong semakin membuat suasana vintagenya menggila. Haha..
Cafe Ryggasstugan dikelola pasangan muda. Sebenarnya untuk jenis pastry dan makanan yang dijual sih biasa saja. Cuma suana yang ditawarkan cafe ini yang membuat orang orang selalu datang. Apalagi ada cottage kecil dan bangunan kabin di sekitar cafe. Duhhh tenang banget.
Duh ini cakep banget tau. Apalagi mendengar suara aliran deras air dari kayu tua itu. Saya hanya mendengar suara air dan menghirup harum natureUnik banget. Aliran airnya dari kayu.
Cafe berdiri pas di tengah hutan pinus dan viewnya langsung menghadap danau. Bangunan cafenya pun pengen minta diangkut bawa pulang. Suka bangetlah. Katanya sih kalau musim gugur mereka adain paket tea time. Ada perapian dan candle light. Duh kebayang terapinya. Tapi hingga sekarang paket ini belum ada tanda tanda akan dimulai.
Suasana di dalam cafe yang tenang
Jalan jalan di sekitar cafe juga asik. Untuk latar fotography pun bagus. Padahal lokasi cafe ini lumayan jauh dari jalan umum. Bayangin saja di sekitar hutan gitu. Tapi lumayan digemari katanya.
Saya penggemar garis keras Amanita Muscaria.Tak pernah bosan saya fotoin mereka. Mungkin followers di instagram saya sudah eneg dengan postingan koleksi foto jamur liar yang satu ini. Kegalauan saya berpisah dengan summer lumayan terhibur dengan kehadiran mereka. Iya…dengan munculnya jamur liar ini pertanda musim gugur akan segera tiba.
Saya sudah pernah menulis lebih detail tentang musim jamur di Dalarna di tulisan sebelumnya
Bisa dibaca di situ juga. Koleksi fotonya lebih lengkap.
Istana Smurfs…Hahaha
Ini ukurannya besar banget loh. Sendirian dia di depan danau kece itu
Rumah Smurfs di dunia nyata
Untuk melihat lebih jelasnya, silahkan klik link video di bawah. Bentuknya lucu lucu.
Gue yakin kalian pasti asing dengan kata “Fäbod”. Dimaklumi.
Fäbod merupakan sebutan yang sangat familiar dan sudah tidak asing lagi di propinsi Dalarna Swedia. Sudah ada sejak 450 atau 500 tahun silam. Bahkan hingga saat ini (meskipun tidak banyak lagi) masih ada fäbod yang bertahan.
Fäbod merupakan sebuah sejarah. Sejarah peradaban masa silam di sebagian wilayah Dalarna yang mostly menggantungkan hidup dari bertani.
Fäbod bisa dibilang sebuah “kawasan” yang dihuni secara “musiman”. Tepatnya hunian di saat musim panas. Tapi fäbod bukanlah summer house yang identik dengan liburan musim panas, santai, me time atau apalah itu yang menyegarkan badan dan pikiran, melainkan hunian yang dipakai para petani ketika harus tetap menggembalakan ternak mereka.
Mmmm…..bisa diperjelas lagi?
Jadi begini…
Dalarna itu adalah salah satu propinsi di Swedia yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi hutan pinus, danau maupun sungai. Dalarna juga relatif lebih dingin dibanding ujung selatan Swedia. Sudah dekatlah ke perbatasan bagian utaranya. Sedangkan lahan lahan kosong untuk pertaniannya pun sebagian besar relatif terbatas.
Faktor geographis ini membuat Dalarna kurang bisa maksimal menghasilkan produksi tanaman pertanian termasuklah rumput untuk bahan pangan ternak. Ditambah lagi Dalarna mengalami musim dingin yang relatif lebih panjang dan lama.
Ketika musim panas tiba, para petani di sebagian wilayah Dalarna memaksimalkan keterbatasan lahan dengan menanam rumput di sebagian lahan yang mereka punya untuk kemudian digunakan untuk makanan ternak.
Berhubung lahan terbatas, hasil panen di musim panas ini pun otomatis tidak mencukupi stok pangan ternak untuk satu tahun penuh. Kasarnya hanya cukup untuk stok musim dingin. Bahkan rumput liar yang tumbuh di sekitar hutan dekat rumah pun tidak ketinggalan dipotong untuk dijadikan stok pangan ternak.
Lalu masalah pun muncul. Jika rumput liar dan rumput yang sengaja ditanam tidak mencukupi, bagaimana kelangsungan hidup ternak ternak ini di saat musim panas tiba?
Kemudian muncul ide….
Selama musim panas para petani akhirnya tidak membiarkan ternak untuk tinggal di sekitar lingkungan tempat mereka tinggal. Karena jika tidak, otomatis tanaman rumput bakal habis dimakan ternak. Padahal itu akan digunakan untuk stok musim dingin.
Lalu kemana ternak ternak ini dibawa? Ke sebuah wilayah yang lumayan jauh dari tempat tinggal mereka. Seberapa jauh? Bisa 10 hingga 40 kilometer.
Hah? ….Terus setiap hari pulang pergi bawa ternak segitu jauh? 400 tahun silam belum ada kendaraan toh. Bawa ternak sapi pula. Sapi kan gendut gendut. Belum lagi bawa ternak lainnya. Kuda, domba, ayam, itik…ble ble ble.
Nah, itulah gigihnya mereka. Mereka sadar jika harus pulang pergi setiap hari sudah jelas akan sangat merepotkan. Selain tidak efesien di waktu juga akan menguras tenaga. Bisa bisa belum sampai tujuan uda keburu malam.
Sehingga mau tidak mau mereka harus rela membangun hunian baru di kawasan dimana mereka akan menggembalakan ternaknya. Biasanya kawasan yang dipilih adalah dataran yang agak tinggi dan tetap dekat dengan hutan. Di sini mereka bikin rumah sendiri, ngebor air secara manual dan semuanya serba bikin sendiri. Selama musim panas mereka berpindah ke hunian baru ini. Kawasan inilah yang kemudian dinamai FÄBOD.
Sapi di sebuah kawasan fäbod yang masih bertahan hingga saat ini
Sepanjang musim panas mereka jarang bahkan nyaris tidak menempati rumah di desa mereka. Mereka bekerja menggembalakan ternak agar tetap kenyang menikmati rumput di kawasan fäbod.
Kemudian setelah musim panas usai, mereka pun kembali ke desa berikut dengan seluruh ternak. Saat musim dingin tiba ternak pun tetap kenyang memiliki asupan stok makanan karena di saat musim panas tanaman rumput di sekitar desa sama sekali tidak dimakan ternak.
Setiap desa di sebagian wilayah Dalarna rata rata warganya membangun kawasan fäbod. Bahkan satu desa masing masing warga bisa memiliki fäbod yang berbeda beda. Gue sendiri masih bisa melihat peninggalan fäbod warisan keluarga suami.
Tapi tidak semua wilayah di Dalarna memiliki Fäbod. Jika lahan mereka mencukupi, mereka tidak perlu membangun kawasan fäbod.
Fäbod umumnya ada di wilayah yang lahan pertaniannya terbatas. Lebih banyak hutannya. Contohnya seperti warga di wilayah Selatan Swedia, mereka memang tidak memerlukan Fäbod. Karena wilayah selatan Swedia memiliki lahan pertanian yang lumayan luas dan cuaca yang lebih hangat.
Meskipun ada satu dua fäbod yang masih bertahan hingga saat ini, Fäbod lebih diingat sebagai peninggalan sejarah. Saat ini sistem pertanian sudah sangat canggih. Tapi fäbod mengingatkan generasi ke generasi betapa beratnya usaha petani di masa silam untuk bisa bertahan hidup.
Namun dari sekian banyak Fäbod di Dalarna ada beberapa yang justru menjadi tujuan wisata. Sebut saja seperti Fryksås Fäbodyang sangat terkenal dengan keindahan landskapnya dan Kättboåsen Fabodar.
Rumah di kawasan fäbod yang sering gue kunjungi. Dalamnya bersih loh dan antik. Tanpa polesan make up dia. Haha..
Kättboåsen Fabodar adalah kawasan fäbod yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal gue. Setiap tahun gue dan suami selalu mampir ke sini. Entah mengapa gue selalu suka. Keaslian lingkungan sekitarnya membuat gue seolah lupa jika gue hidup di tahun saat ini.
Sapi di sekitar fäbod
Kättboåsen Fabodar dikelola pasangan suami isteri yang sangat setia dengan kehidupan jaman bahela. Bayangkan setiap musim panas mereka bener bener menjalankan apa yang dilakukan para petani Dalarna ratusan tahun silam.
Bunga menjadi lebih cantik ketika berada diantara yang rustic
Mereka meninggalkan rumahnya dan hidup dengan ternak ternaknya selama musim panas di kawasan fäbod milik mereka. Rumahnya beneren ga dipoles. Apa adanya seperti ratusan tahun silam. Perlengkapan peralatan di dalam rumah pun masih orisionil.
Semakin kusam warna kayunya semakin tertarik orang berkunjung haha
Setiap kami ke sana mereka selalu berpakaian tradisional Dalarna. Masak pakai kayu bakar, cuci tangan di baskom bukan di wastafel. Beneran kehidupan jaman dulu.
Setiap musim panas mereka membuka ruang untuk turis tanpa dipungut biaya. Paling mereka mendapat keuntungan dari hasil menjual roti, keju, cake yang mereka buat sendiri. Kejunya mereka bikin sendiri loh dari ternak sapi mereka. Cakenya juga enak. Beneran deh, apa saja akan menjadi lebih nikmat jika disantap di suasana jadul seperti ini. Karena berasa serba terbatas kan.
Sekitar halaman fäbod yang adem asri
Ngopi sambil dengerin suara aummm sapi dan kukuruyuk ayam yang super montok, mencium aroma asap kayu bakar, hingga kabin kabin tua yang super rustic. Beneran lupa kalau sekarang uda tahun 2019. Hahaha.
Nah….di sini ngopinya.. sesimple itu Marimar! Air panasnya dibakar di atas kayu bakar. Lupakan mencari air kemasan botol di sini.
Ember kayu jaman dulu dan kuali besi hitam yang masih bertahan
Semua turis yang ke sini tidak pandang umur. Anak anak, remaja, dewasa dan tua. Semua menikmati dan antusias mengelilingi kawasan fäbod. Berikut beberapa gambar di kawasan Kättboåsen Fabodar yang masih bertahan hingga saat ini.
Mereka juga nanam grain untuk menghasilkan tepung ryeIni kucing mereka. Cute banget. Begitu hendak gue foto sepertinya dia tau. Dia berhenti loh dan menoleh gitu. Ini Foto empat tahun lalu dan sampai sekarang si kucing ini masih ada.Jerami
Jaman sekarang tidak sedikit yang menjadikan bangunan rumah di kawasan fäbod yang sudah tidak terpakai lagi menjadi summer house. Dan itu lumayan banyak diincar. Sedangkan untuk fäbod yang masih bertahan biasanya menjadi ajang tempat wisata musim panas.
Note: Semua foto di dalam tulisan ini hanya menggunakan handphone
Setiap musim panas, ada satu jenis tanaman yang menghiasi beberapa wilayah Swedia. Terkhusus di wilayah Dalarna. Beraroma semerbak dan beraneka warna. Cantik.
Di Swedia orang orang menyebutnya Lupiner. Sedangkan asal katanya berasal dari bahasa Latin yaitu Lupinus yang artinya serigala. Dinamai demikian karena keganasan lupiner yang mampu mengekspansi pertumbuhan tanaman di sekitarnya sehingga sulit berkembang.
Awalnya gue berpikir jika tanaman ini hanya tumbuh di wilayah dingin. Ternyata tidak. Malah dari beberapa sumber yang gue baca, di wilayah panas seperti Indonesia pun lupiner bisa dibudidayakan. Dan gue juga baru tau jika lupiner dianggap berbahaya terhadap kelangsungan hidup species lain di sekitarnya. Karena sifat serigalanya itu tadi.
Beberapa waktu lalu, pemerhati lingkungan di Swedia mulai dibikin resah oleh ekspansi tanaman ini. Dihimbau agar warga yang melihat lupiner sebaiknya segera menebas dan membakarnya agar tidak membawa pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman liar lain yang dianggap lebih nature.
Walaupun dalam kenyataan yang gue lihat, warga tetap membiarkan bunga ini hidup dan menikmati keindahan warna warninya. Emang cantik sih. Ibarat melengkapi keindahan musim panaslah. Apalagi kalau dilihat dari jauh, warna ungunya mirip bunga lavender.
Mirip Lavender
Lupiner aslinya berasal dari Amerika Utara dan Selatan. Konon di sana bunga ini sangat terkenal. Selain di Swedia, lupiner juga tumbh subur di wilayah New Zealand, Afrika Utara dan kawasan Mediterania. Konon biji Lupiner bisa dimakan dan sering menjadi suguhan dalam bentuk cemilan di wilayah mediterania.
Lupiner sangat menyukai air. Makanya tanaman ini lebih subur di tanah yang memiliki kandungan air yang banyak. Seperti di pinggiran sungai, pantai dan danau. Sehingga kalau gue lihat, tanaman ini tumbuhnya memang tak jauh jauh dari sekitar air. Tumbuh di pinggir jalanpun karena jalanan berada tak jauh dari sungai atau danau. Atau di sekitar selokan yang ada aliran airnya. Jadi tanaman ini tidak tumbuh di sembarang tempat.
Di wilayah eropa lainnya, lupiner ternyata dibudidayakan untuk dijual di toko bunga. Ahhh so lucky me bisa melihat hamparan mereka dan bisa memetik sepuasnya.
Saat gue menulis tulisan ini, lupiner lagi banyak banyaknya bermunculan. Dan gue pun tak ingin ketinggalan untuk mengabadikan momen cantik ini dalam bentuk video.
Pernah berkunjung ke Swedia? terkhusus ke daerah daerah ”country sidenya”? atau mungkin sekedar melihat dari liputan televisi, internet, kalender, koran atau majalah? atau mungkin juga dari ilustrasi gambar dalam buku cerita anak sekelas Astrid Lindgren?
Jika disimak, salah satu ciri khas dari negara Skandinavia yang satu ini adalah typical bangunan bangunan rumahnya. Terutama bangunan rumah/gedung di wilayah country sidenya. Hampir semua berwarna merah! Warna merah yang berpadu dengan warna putih di setiap sisi jendelanya. Cantik, klasik dan magical. Rumah merah yang mewakili cerita fantasi dalam serial dongeng. Rumah merah yang selalu serasi dengan semburat warna di empat musim yang berbeda. Tak cuma rumah, bahkan bangunan sekolah, panti jompo, gudang, kandang ternak, pagar, hotel, sampai kotak pos pun berwarna merah.
Rumah merah berpadu dengan salju putih di musim dingin. Serasi dan magical ya 🙂
Lantas mengapa bangunan di Swedia dominan berwarna merah? Ternyata ada ceritanya.
Hal ini berkaitan dengan area pertambangan biji tembaga dan besi bernama “Falu Koppargrufa” (Falun Mines) yang terletak di propinsi Dalarna, salah satu propinsi yang ada di wilayah Swedia. Pertambangan mana diperkirakan sudah ada sejak 500 atau 900 tahun silam.
Merah!
Menilik mundur ke sejarah silam, masa dimana sebagian besar warga di sekitar Falun Dalarna berprofesi sebagai penambang tradisional, yang sehari harinya bekerja dengan memilah milah biji batu tembaga. Semisal kandungan tembaga dalam batu sedikit, kemudian dipisahkan ke suatu tempat.
Seiring waktu batu batu ini semakin menggunung. Dan tanpa mereka sadari, akibat proses pengeringan oleh alam yang cukup lama, kandungan besi oksida dan mineral dalam batu mampu membentuk limonit sedimen, yang semakin lama secara alami menghasilkan warna merah.
Sebuah desa dengan rumah kayu berwarna merah
Melihat perubahan itu, para penambang tradisional berkeinginan mengolah limbah batu yang tadinya dianggap tidak berguna menjadi bahan dasar untuk menghasilkan warna merah pada cat.
Sekitar tahun 1573, King Johan III (raja Swedia saat itu) berkeinginan agar cat merah yang dihasilkan oleh para penambang tradisional digunakan untuk mewarnai atap istana. Lalu keinginan raja tersebut diikuti oleh kaum bangsawan. Saat itu kaum elite Swedia berangganpan jika memiliki rumah berwarna merah seakan mewakili sebuah harga prestise sosial.
Duaratus limapuluh tahun kemudian, tepatnya di tahun 1764, berdirilah “Stora Enso”pabrik pertama dan tertua di Swedia bahkan dunia, yang memproduksi cat secara profesional di area pertambangan yang sama di ”Falun Mines”.
Cat berlabel “Falu Rödfärg” (yang bisa diartikan warna merah dari Falun) menjadi cat yang sangat famous di Swedia hingga saat ini. Dari abad ke 18 hingga 19, warga Swedia mulai tergila gila menggunakan cat merah dengan alasan: warna ini seolah memberi kesan jika rumah mereka terbuat dari batu bata, yang waktu itu hanya dimiliki kaum istana raja dan bangsawan.
Pabrik penghasil cat merah, Falu Rödfärg
Tak cuma itu, seiring waktu semakin terlihatlah jika warna merah ”Falu Rödfärg” yang dihasilkan pabrik Stora Enso sangat tahan lama dan memiliki kualitas yang bagus karena mengandung mineral terurai dan minyak alami. Konon kayu yang diberi cat berwarna merah ini mampu membuat kayu menjadi tidak gampang lapuk. Tahan lama!
Konon lagi warna merah yang diproduksi oleh pabrik Stora Enso hanya cocok digunakan untuk ”bahan kayu” seperti rumah dan bangunan kayu di Swedia. Satu lagi yang unik, warna merah ini tidak bisa ditindih dengan warna lain karena warna merahnya akan muncul kembali.
Bangunan bangunan gudang yang juga berwarna merah
Ada harga dan ada rupa. Tidak bisa dipungkiri jika harga cat yang dihasilkan pabrik Stora Enso terbilang mahal. Sehingga tak sedikit warga Swedia perlahan lahan beralih ke merek lain meski kualitas warna merahnya jelas berbeda karena tidak menggunakan bahan dasar alami yang sama seperti yang dihasilkan oleh pabrik Stora Enso. Tapi bukan berarti seratus persen rumah dan bangunan kayu di Swedia itu berwarna merah ya. Warna lain juga ada kok seperti putih, kuning, biru. Cuma warna merah lebih dominan.
Tempat wisata dengan bangunan dan pagar berwarna merahRumah masa kecil seorang Astrid Lindgren yang lagi lagi berwarna merah
Jika berkunjung ke kawasan Falun Mines, kamu bisa melihat banyak tumpukan batu menggunung di beberapa titik lokasi, yang tak lain merupakan kumpulan biji batu yang disortir para penambang dari jaman ratusan tahun silam hingga tahun 1991, ketika mereka menyambung hidup di area bekas pertambangan ini.
Farmhouse yang serba merahDesa itu berwarna merah. Hahaha
Dan amazingnya, batu batu yang sebagian besar sudah berumur ratusan tahun itu sampai sekarang tidak habis habis. Mengapa? karena batu batu ini tidak digunakan sekaligus untuk usaha produksi cat, dikarenakan terkumpulnya batu batu ini berasal dari tahun yang berbeda (bahkan bisa selisih ratusan tahun).
Jadi proses alami pembentukan sedimen merah pada biji batu juga butuh waktu yang sangat lama. Bisa ratusan tahun juga.
Merah yang minimalis diantara tumpukan salju
Pabrik Stora Enso penghasil Falu Rödfärg (cat berwarna merah) ini bisa dilihat di lokasi wisata Falu Gruva (Falun Mines) di kota Falun ibukota propinsi Dalarna. Sampai sekarang masih ada dan tetap berproduksi. Uraian sejarah tentang cat berwarna merah secara gamblang bisa dibaca di sekitar kawasan pabrik. Bagaimana pigmen warna bisa bekerja, mengapa rumah rumah kayu di Swedia dominan berwarna merah, dan slogan tentang cat yang dihasilkan bukan sekedar cat biasa melainkan berfungsi menjaga kestabilan kualitas kayu.
Dikala musim panas, merah dan hijau. Lagi lagi tetap serasi bukan?
Selain itu kalian juga bisa mengeksplore lokasi di sekitar pabrik yang merupakan bekas pertambangan besar yang konon sempat menghasilkan banyak uang di masanya dan meningkatkan perekonomian Swedia di masa silam. Salah satunya adalah dengan menelusuri area pertambangan bawah tanahnya. Seruuuuuu dan memicu adrenalin.
Bangunan merah diantara bunga liar. Cantik!
Saya sangat terkesima mendengar penjelasan guide tentang sejarah pertambangan ini. Merinding karena tak sedikit yang memakan korban jiwa dan mengandung cerita yang sedikit mistis dan horor. Bayangkan saja, berjalan di bawah tanah dengan sinar terbatas dan tangga kayu yang lumayan curam, jalanan batu yang licin, air yang masih menetes dari celah dinding batu dan suhu di bawah yang relatif dingin (kurang lebih 5 derajat celcius). Jika memungkinkan, akan saya tulis secara detail di tulisan yang terpisah.
Di musim gugur. Dan warna merah tetap menawan
Demikianlah cikal bakal mengapa bangunan rumah di Swedia itu dominan berwarna merah. Bangunan rumah mana juga dijadikan sebagai souvenir di beberapa wilayah country side Swedia sebagai pertanda ciri khas wilayah mereka.
Berikut di bawah adalah beberapa foto bangunan berwarna merah yang saya foto. Mulai dari restoran, cafe, hotel, museum, souvenir, toko souvenir, komplek perumahan, gudang.
Sebuah cafe dari bangunan gudang tua. Merah!
Souvenir rumah. Mewakili bangunan kayu merah di Swedia.
Perumahan tua yang dominan berwarna merahRestorannya kece
Kamu suka belanja di toko souvenir ga sih? atau di toko kerajinan tangan gitu. Kalau gue termasuk suka. Apalagi kalau tempatnya seperti Kaffestuga Hemslöjd yang terletak di kawasan Tällberg Dalarna ini. Bikin betah.
Jadi sesuai namanya, Kaffestuga Hemslöjd merupakan bangunan toko souvenir dan barang hasil kerajinan tangan warga lokal dan sekaligus ada cafe juga di lantai duanya. Kenapa sih gue niat banget sampai nulis toko ini di blog? ya karena gue suka banget dengan konsepnya.
Toko souvenir dan kerajinan tangan Hemslöjd. Sukak!
Hemsslöjd tidak seperti toko souvenir atau kerajinan tangan kebanyakan yang pernah gue lihat sejauh ini. Mulai dari bangunan wooden house hingga interior shabby vintagenya lumayan mencuri perhatian gue. Tidak monoton. Barang yang dijual tidak asal ditumpukin tanpa sentuhan interior sama sekali. Sebagian besar ditata semenarik mungkin. Jenis barangnya pun lucu lucu tidak seperti barang kebanyakan. Dan sebagian besar merupakan handmade. Candle holder, bantal, sendal, rumah tradisional Dalarna, telenan, patung domba, gantungan kunci, dan masih banyak lagilah.
Ini dia ruangan tempat pengunjung istirahat dan duduk santai. Suka banget
Berada di dalam serasa memasuki museum, karena secara tidak langsung barang barang yang dijual mewakili cerita rakyat masyarakat Dalarna. Dan yang terpenting menurut gue interior di dalamnya itu loh, sukaaaa bangetlah. Mungkin karena dominan kayu ya. Jadi feeling warm aja di dalam. Homi banget.
Bantal ini dihargai 2500 Sek atau setara 4,1 juta rupiah. Anyone?
Toko ini juga punya satu ruangan berisi meja dan kursi kayu plus pernak pernik pelengkap. Mirip rumah rumah di majalah tapi atmosfirnya vintage banget. Mana waktu berkunjung pas pula turun salju. Memandang keluar jendela serasa gimana aja gitu. Berasa tidak di toko souvenir. Happynya lagi ternyata ruangan ini bisa digunakan pengunjung untuk bisa duduk beristirahat juga. Kerenlah.
Candle holdernya lucu. Wanita dan pria berpakaian khas Leksand Dalarna. Lilinnya dipasang di kedua tangan patung. Harganya sekitar 750 sek atau sekitar 1,2 juta rupiah per satuannya.
Enaknya lagi nih, masuk ke dalam toko feel free bisa melihat lihat sepuasnya tanpa terbeban harus membeli. Tidak diintilin pegawai tokonya. Cuma ada ga enaknya juga. Harganya bikin pusing. Hahaha.
Candle holdernya sangat simple dan ukurannya juga kecil. Berhubung designnya autentik jadi gitu deh. Satunya dihargai 550 sek atau setara 900 ribu rupiah
Setidaknya menurut kemampuan kocek gue sih relatif mahal ya. Bayangin aja untuk sebuah candle holder rata rata dihargai jutaan bahkan mencapai 2495 sek atau setara 4 juta rupiah. Padahal menurut gue sih biasa aja. Menarik juga ga. Jadi ingat candle holder di rumah yang modelnya sama persis seperti di toko ini. Ceritanya pertama tiba di Swedia, gue tidak mengerti tentang kualitas barang barang peninggalan mendiang mertua. Sempat berkeinginan hendak masukin ke gudang sangkin ga suka dengan modelnya. Bikin sumpek aja banyak barang. Gue pikir cuma tempat lilin biasa. Ternyata barang bagus. Itupun setelah dikasih tau suami dan tetap aja sampai sekarang ga ngaruh sih. Gue kaga suka dengan model dan warnanya. Hahaha. Menurut kalian modelnya cakep ga? Contohnya bisa lihat gambar di bawah, candle holder berwarna hitam lengkap dengan simbol ayam di atasnya.
Cuma gue ga punya foto yang di toko. Jadi gue fotoin candle holder yang di rumah aja. Bentuk dan warnanya sama persis. Menurut gue dihargai mehong sampai segitu karena selain handmade bahannya juga terbuat dari iron. Dan ini lumayan berat. Designnya mewakili simbol kota Leksand Dalarna, kota dimana kawasan Tällberg berada.
Dan ternyata candle holder ini memiliki philosophy kepercayaan kristen yang bisa diartikan sebagai berikut :
Bentuk hati adalah tanda cinta kasih, 10 buah daun sebagai lambang 12 murid Jesus, 5 lubang di sebelah kiri kanan sebagai tanda 10 hukum taurat, 3 buah lilin sebagai simbol trinitas (Bapa, Anak dan Roh Kudus), ayam sebagai simbol bahwa manusia harus tetap spirit dan tidak malas. Kurang lebih begitu.
Selain itu toko Hemslöjd juga memiliki barang lain yang tak kalah heboh harganya. Seperti bantal yang dihargai 2500 Sek atau setara 4,1 juta rupiah. Ada juga telenan kayu seharga 450 sek atau setara 750 ribu rupiah, rumah puzzle khas Tällberg Dalarna seharga 350 hingga 500 sek atau setara 600 hingga 800 ribu rupiah. Jelasnya bisa klik link video di akhir tulisan ini.
Bangunan puzzel ini menarik sekali. Mewakili rumah, cottage dan bangunan di kawasan resort Tällberg. Rumah rumah ini bisa kita bongkar pasang layaknya puzzel. Harga berkisar antara 350 hingga 500 sek atau setara 600 hingga 800 ribu rupiah
Ada sih yang masih terjangkau seperti patung domba ukuran kecil seharga 200 ribu rupiah atau gantungan kunci kecil seharga 60 ribu rupiah. Tapi mostly harganya memang harga langit untuk ukuran buah tangan atau oleh oleh. Cuma untuk kualitas emang bagus sih karena menggunakan bahan asli dan pengerjaan masih manual alias handmade.
Yang terbawa pulang. Gue sukaaaaaa banget patung mungil domba ini. Harganya sekitar 125 sek atau setara 200 ribu rupiah. Bulunya dari domba asli.
Toko Hemslöjd ini sudah tayang di Net Tv program Net 10 beberapa waktu lalu. Kalau mau melihat langsung videonya bisa klik link di bawah ini.
Bulan February lalu, gue dan suami berkunjung untuk kesekian kalinya ke sebuah desa kecil bernama Tällberg. Desa kecil sekaligus resort favorite di Dalarna Swedia. Berbeda dengan kunjungan kunjungan sebelumnya, kunjungan kali ini kami putuskan untuk stay one night di Tällberg. Lucu juga kalau dipikir secara Tällberg hanya sejam limabelas menit dari rumah. Memutuskan untuk stay one night bukanlah keinginan mendadak. Sudah kami rencanakan jauh hari sebelumnya. Hitung hitung ngerayain pertambahan umur gue yang semakin menapak senja itu. Hahaha.
Meskipun cuma satu malam, setidaknya otak gue lumayan terhibur dari kelelahan musim dingin yang berkepanjangan. Sejenak melupakan tugas tugas sekolah dan tidak mikirin dapur juga. Selain itu ada alasan lain yang membuat kami memilih bermalam di Tällberg. Gue rindu jaccuzi dan dipijet!
View dari jendela kamar
Iya, gue suka banget yang namanya jaccuzi dan massage. Kebetulan di Tällberg ada hotel yang memiliki fasilitas spa. Pilihan kami jatuh ke Quality Hotel Dalecarlia. Dari sekian banyak penginapan di Tällberg, bisa dibilang Dalecarlia lumayan digemari. Karena selain viewnya yang apik langsung menghadap danau Siljan (danau terbesar di Dalarna), hotel ini pun memiliki fasilitas spa relatif lengkap.
Kebanyakan hotel di Swedia tidak dilengkapi fasilitas spa seperti massage, sauna, kolam renang hangat, ruangan khusus relaksasi hingga jacuzzi. Tapi Dalecarlia punya. Bahkan hotel ini punya hot tubout door(gue ga yakin namanya ini apa ga). Berendam di air hangat menjurus panas dengan view nature. Dan itu di suhu minus derajat celcius. Penggemarnya banyak. Termasuk gue dan dan suami.
Yang gue tau orang orang Nordik sepertinya suka banget berendam di out door dekat alam terbuka gitu. Sekalipun suhunya di bawah nol derajat celcius. Bahkan ada yang setelah berendam di air panas langsung melompat ke air danau yang ga ngerti lagi deh dinginnya kaya apa. Dari situ mereka lanjut sauna dan berendam lagi.
Kegiatan ini sudah dilakukan dari jaman kapan tau dan konon katanya bangus banget buat peredaran darah. Gue pernah melihat langsung sehabis berendam mereka berlari ke arah danau dan melompat ke dalam. Speechless gue. Air danau di saat winter ga tanggung loh dinginnya. Apalagi lompat ke dalam modal kulit doang. Brrrr!
Berendam di out door memang sensasional menurut gue. Sudah dua kali gue coba. Jadi begitu keluar dari ruangan (waktu itu suhu sekitar minus 2 hingga 4 derajat celcius), badan rasanya seperti korslet. Dingin banget. Tapi begitu masuk ke dalam air, udah deh dinginnya ga berasa lagi. Apalagi kalau viewnya bagus seperti di Dalecarlia ini. Langsung menghadap danau Siljan. Sayangnya pada saat kami berendam sudah malam. Jadi ga terlihat apa apa lagi. Fotonya bisa lihat di sini
Pokoknya malam itu gue ga mau rugi. Gue cobain semua. Kecuali kolam renang ya karena gue ga bisa berenang. Rasanya badan dan kepala gue ringan banget. Sebenarnya kalau mau jujur, buat gue massage di Indonesia udah paling asik. Baik dari segi harga maupun lamanya. Pas nyobain massage di Dalecarlia ini, rasanya baru aja mata gue merem uda selesai aja dong. Cuma 20 menit dan pijitannya kurang berasa. Melayang deh uang sekejap. Hahaha.
Tapi begitupun rasa rindu akan pijitan di badan lumayan terobati. Sayangnya gedung spa di Dalecarlia ini terpisah dari bangunan hotelnya. Harus jalan ke bawah lagi. Tidak jauh sih. Sambil jalan bisa melihat view sekitar. Paling lima menit. Setiap tamu yang menginap sudah mendapat kupon gratis masuk ke dalam. Tapi khusus massage harus bayar lagi.
Lobby atas
Dalecarlia adalah hotel pertama yang dibangun di Tällberg. Bangunan luarnya khas banget. Terbuat dari kayu berwarna merah. Interior di dalam hotel merupakan perpaduan modern dan old style. Bahkan ruangan kamarnya mirip banget dengan design interior IKEA gitu. Scandinavia di era modern.
Restoran dan bar
Tapi ada satu hal yang pengen gue ceritain nih. Sangat mencuri perhatian gue. Dan buat gue ini keren!
Biasanya lobby hotel letaknya kebanyakan di lantai dasar kan ya atau di lantai satu gitulah. Tapi Dalecarlia ini agak beda. Selain lantai dasar, lantai atasnya juga terdapat lobby yang dipenuhi barisan sofa. Menurut gue dibuat sedemikian karena dari lantai atas ini tamu hotel bisa duduk santai sambil melihat view danau Siljan. Kalau dari lantai dasar viewnya kurang jelas. Selain itu ada perapiannya juga. Duh gue beneran suka kalau ada perapian. Buat gue suara gemericik api di perapian seperti membuat gue lupa kalau di luar sana masih banyak tumpukan salju.
Ruangan dengan interior yang super antik. Horor tapi keren. Berbanding terbalik dengan interioir di lobby hotel.
Nah, di samping lobby atas ini terdapat satu ruangan kecil. Mirip dapur jaman bahela (baca dapur horor). Ruangan ini sengaja ditempelkan menjadi satu bagian dengan hotel. Berisi barang barang antik.
Bertolak belakang dengan interior di sekitar lobby yang terlihat lebih modern dan fresh, ruangan kayu ini terkesan suram. Tapi bersih. Bau kayunya berasa banget. Konon bangunan kayu ini sudah berumur ratusan tahun. Autentik bangetlah. Bangunan sengaja dipindahkan dan disatukan dengan bangunan hotel. Fungsinya? Cuma buat hiasan doang.
Ayunan bayi berumur ratusan tahun ini pun menjadi props yang mampu membanggakan pihak hotel. Hahaha.
Begitulah rata rata hotel di Dalarna. Selalu berlomba menampilkan sesuatu yang antik. Karena antik itu menjadi salah satu nilai jual bagi para tamunya. Semacam prestise.
Jadi ketika berjalan di sekitar lobby dan masuk ke ruangan antik ini, atmosfirnya berasa beda banget. Mulai dari lemari, perapian, meja, jam kayu, sampai ayunan bayi juga ada yang umurnya ditaksir sekitar 150 tahun. Aji gile.
Salju dan hotel kayu di belakang itu. Cintahh..
Sebelum check in dan setelah check out hotel, kami punya banyak waktu untuk menikmati keindahan Tällberg. Sekalipun winter, tetap aja cakep. Sebelum pulang Tällberg sempat turun salju. Duh beneran cantik banget deh. Kolaborasi salju dengan bangunan kayu tua berwarna merah. Serasa di film film. Rasa rasanya setiap sudut cantik banget buat difotoin. Di depan kandang kuda aja kece. Hahaha.
Narsis dengan backround layaknya di foto kalender, kartu natal atau cerita dongeng maupun film, rasa rasanya hayuuuu deh bang!
Entah sudah berapa sering gue dan suami berkunjung ke desa kecil ini. Rasanya tak pernah bosan. Desa dengan segala keautentikannya. Ibarat perawan desa polos yang banyak mencuri hati. Ada kalimat yang menyebut “Ke Dalarna tanpa ke Tällberg ibarat ke pesta nikah tanpa melihat pengantinnya”
Tällberg terletak di propinsi Dalarna. Tepatnya lagi di wilayah Leksand Swedia. Tällberg adalah desa kecil yang beruntung. Setidaknya itulah pemikiran dengki gue. Dibanding desa kecil lain di propinsi Dalarna (termasuk desa gue), Tällberg ibarat artis papan atas dan desa kecil lain ibarat artis nanggung. Dan desa gue meniti karir pun belum. Apalagi fans berat Tällberg sebagian besar berasal dari luar kota, seperti Stockholm dan kota kota besar lain di Swedia. Bahkan tidak sedikit wisatawan asing terkhusus yang berasal dari Jerman dan Belanda juga suka mengunjungi desa ini.
TällbergTällberg
Meskipun hanya sebuah desa kecil tapi Tällberg memiliki nama yang lumayan besar. Rasanya warga Dalarna dan wisatawan yang sangat menggilai resort bernuansa alam plus bangunan antik sangat mengenal desa nyentrik ini.
Dahulu kala misalnya kaum borju Stockholm sengaja beramai ramai membangun villa dan summer house tak jauh dari Tällberg. Kala itu memiliki villa dan summer house di dekat desa Tällberg menjadi trend yang bergengsi. Semacam pembuktian status sosial. Contohnya seperti villa summer house di bawah ini.
Sampai sekarang bangunan bangunan villa dan summer house ini masih bisa dilihat di sisi kiri dan kanan jalanan menuju Tällberg. Wooden house tradisional. Ibarat diva, ketenaran Tällberg sampai pada puncaknya ketika desa kecil ini pernah beberapa kali dikunjungi oleh Kung Carl XVI Gustav. Raja Swedia saat ini.
Lalu apa yang membuat Tällberg sedemikian menarik? Menurut gue ada dua faktor. Salah satunya adalah Tällberg berada dilingkungan alam pedesaan yang sangat natural dan masih autentik. Berada di tanah landai berbukit, membuat landscape alam di sekitar Tällberg menjadi sangat menawan. Belum lagi tenangnya air danau Siljan sebagai danau terbesar di Dalarna cukup membuat sentuhan ekolife berasa banget di Tällberg.
Yang kedua meskipun hanya desa kecil, sebagian besar wilayah Tällberg justru dipenuhi bangunan penginapan. Setidaknya ada 200 rumah tinggal, 400 penginapan villa/cottage dan 8 hotel besar berbintang dengan fasilitas yang lumayan lengkap di desa ini. Dan mostly bangunan yang berdiri di Tällberg terbuat dari kayu dengan model interior yang masih tradisional. Real scandinavian!
Alam yang tenang, udara yang segar hingga bangunan vintage. Pembenci keributan sangat cocok ke tempat ini. Gue garansilah. Kebanyakan orang yang menginap di Tällberg hanya bersantai di penginapan atau berjalan kaki di sekitar resort dan melihat museum maupun toko kerajinan tangan. Ibarat di puncaklah ya.
Landscape di desa Tällberg diantara aliran air danau Siljan Landscape di desa Tällberg. Kabin kabin seperti ini ibarat penghias halaman di Tällberg. Menggemaskan.Landscape Tällberg di saat summer
Mengapa Tällberg sarat dengan penginapan? ceritanya berawal sekitar tahun 1900. Beberapa petani yang berasal dari Tällberg berkeinginan agar desa mereka mendapat kunjungan wisatawan. Demikianlah sampai akhirnya sebagian besar warga Tällberg membangun penginapan kayu bahkan berkembang menjadi hotel. Hingga akhirnya perlahan Tällberg dikenal bukan lagi sebagai desa kecil saja tetapi juga menjadi salah satu resort terbaik di Swedia.
Hotel di Tällberg terdiri dari hotel biasa sampai hotel berbintang. Dengan pembayaran permalam yang bisa dibilang tidaklah murah. Bahkan biaya menginap permalam di hotel besar Tällberg mampu menyaingi harga hotel di kota besar Swedia.
Rata rata hotel besar di Tällberg memasang tarif sekitar 1250 hingga 3000 sek permalam (setara dua hingga lima juta rupiah permalam). Tergantung seasons juga. Hotel hotel ini biasanya juga menyediakan paket penginapan including makan malam maupun spa. Harganya berkisar 4500 hingga 5000 sek (setara 7,5 sampai 8 juta permalam).
Padahal jika dilihat bangunan hotel sangat biasa dan jauh dari kesan mewah. Tapi inilah yang menjadi daya tarik Tällberg. Desa ini memiliki karakter yang sangat kuat. Jika menyebut kata Tällberg yang pertama terlintas di kepala adalah bangunan bangunan kayu tradisional. Bangunan kayu tua menjurus horor. Sampai pagar hotel pun terbuat dari kayu. Terkesan tidak fresh dan dibiarkan seperti aslinya. Rustic banget. Lantai kayu hotelnya sampai mengeluarkan suara denyit ketika diinjak….ngikk! Hahaha.
Berikut di bawah ini beberapa bangunan hotel di Tällberg :
Sumpah ini kece bangetHotel di Tällberg. Unik yaSalah satu hotel di TällbergSalah satu villa di Tällberg
Salah satu hotel di TällbergHotel di TällbergCottage. Dan uniknya sebagian kamarnya menggunakan bangunan Härbre yaitu gudang tempat menyimpan gandum di jaman dulu. Tapi menjadi beda dan unik.
Bagi yang tidak paham atau bukanlah golongan penggemar bangunan antik, mungkin rasanya rugi harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit hanya untuk menginap di sebuah penginapan kayu. Namun berbeda dengan kebanyakan warga lokal di Swedia, nuansa super vintage justru memiliki sensasi tersendiri. Ibarat kata serasa menggiring mereka ke ratusan tahun silam. Suami gue salah satunya. Sangat menyukai penginapan bergaya old style. Dan semakin ke sini, gue pun ikutan terbawa arus. Cinta suasana vintage dan antik.
Kawasan ini semacam centralnya desa TällbergKawasan ini semacam centralnya desa TällbergHalaman cafe
Nuansa inilah yang ditawarkan Tällberg kepada tamu tamunya. Bangunan boleh terlihat tua dan sederhana dari luar tapi mereka mampu mengemas interior di dalam menjadi elegan, romantis bahkan berkelas. Layaknya di kota besar, hotel besar di Tällberg memiliki fasilitas lengkap seperti spa, pool, fine dining, hingga conference room. Tak jarang forum berskala besar diselenggarakan di desa ini. Foto di bawah salah satu contoh ruangan lobby, kamar dan restoran yang ditata manis diantara balutan kayu tua.
Restoran fine dining di salah satu hotel Tällberg yang ditata klasik diantara dinding kayu hotel yang sudah tua. Tetap terlihat elegan kan ya.
Tällberg adalah resort yang selalu bangga dan percaya diri menjadikan bangunan bangunan tua sebagai pelengkap keindahan halaman halaman di penginapannya. Mulai dari kabin kecil dan gudang tua yang memang sengaja di tempatkan di beberapa titik lokasi di kawasan Tällberg. Mirip open air museum.
Bayangkan bangunan gudang tua loh. Bahkan kandang kuda pun mereka jadikan hiasan di halaman penginapan. Mereka tidak malu dan malah bangga. Tujuannya secara tidak langsung hendak memperlihatkan ke pengunjung bagaimana kehidupan warga Dalarna dulunya.
Salah satu contoh bangunannya bisa melihat foto di bawah ini.
Salah satu bangunan kayu antik yang menghiasi desa Tällberg
Tak hanya penginapan, cafe dan berbagai museum antik pun cukup lengkap menghiasi desa Tällberg. Di saat summer, duduk santai di kursi dan meja kayu sambil menikmati sepotong roti dan segelas kopi/teh sambil melihat keindahan alam pedesaan dan aliran air danau Siljan yang membentang luas. Layaknya sebuah lukisan alam. Sangat tenang.
Foto di bawah ini adalah salah satu contoh kafe bernuansa vintage di Tällberg.
Tällberg boleh dibilang tidak hanya mahal di urusan penginapan. Masuk ke toko souvenirnya pun mampu membuat sakit kepala. Bagaimana tidak, harga souvenir yang dijual untuk ukuran buah tangan atau oleh oleh tidak tanggung tanggung. Ribuan Swedish Kronor alias jutaan rupiah.
Hal ini dikarenakan sebagian besar souvenir merupakan hasil kerajinan tangan warga lokal (handmade). Kalau pun ada yang lebih murah, jatuhnya bukan handmade lagi. Toko souvenir terbesar di Tällberg adalah Kaffestuga Hemsljöd. Berada di dalam toko yang mirip museum kecil ini cuma bisa bengong. Muahal!
Kaffestuga Hemsljöd tidak semata mata menjual barang souvenir saja tapi secara tidak langsung seperti memperkenalkan kultur budaya Swedia kepada pengunjung yang masuk ke toko ini. Pelayan tokonya ramah. Dan enaknya lagi bisa puas melihat barang barang tanpa terbebani harus membeli. Pegawai toko tidak ngintilan kita. Kalau diikuti rasanya gimana ya. Berasa ditodong harus beli. Cerita lengkap tentang toko handmade ini bisa baca di SINI
Negeri dongengTällberg di kala winter
Untuk toko dan museum di Tällberg kebanyakan dibuka di saat summer. Dan lagi lagi harga barangnya pun bisa gue bilang gila gilaan. Masih terang banget di ingatan gue (efek belum bisa menerima tepatnya), saat perayaan midsummer beberapa tahun lalu. Ceritanya waktu itu suami berkeinginan membeli boneka kecil dari salah satu toko handmade di Tällberg.
Sebenarnya gue tidak terlalu suka sih. Tapi dibilang ga mau ya ga juga. Cuma waktu itu gue tidak kalau harga boneka mencapai 500 Sek. Tepatnya lagi gue belum paham banget waktu itu kalau barang handmade di Swedia dihargai relatif tinggi. Berhubung ga doyan doyan banget, gue sibuk melihat printilan yang lain. Dengan pemikiran kalau suami mau beli ya sudahlah. Namanya juga dibeliin. Dan suami pun memang niat kan.
Barulah setelah keluar toko, gue iseng melihat si boneka tadi. Dan ternyata harganya membuat gue bete. Suami pun menjelaskan kalau harga boneka worth it dengan kualitasnya. Belum lagi ngebuatnya ga mudah. Tangannya capek kata suami. Tapi semakin dilihat emang lucu sih bonekanya. Bulunya kriwil kriwil gitu. Haha.
Cafe di Tällberg. Atapnya ditanami rumput
Tapi lagi lagi memang begitulah harga di Tällberg. Sebagian besar bisa dibilang mahal untuk ukuran wisata di desa kecil. Mungkin bagi penduduk lokal negeri ini, mahalnya harga di Tällberg sepadan dengan apa yang sudah ditawarkan desa ini. Sebagaimana legowonya suami gue bisa memaklumi harga boneka tadi.
Toko handmadeToko handmade di sekitar Tällberg. Bangunannya unik dan lucu lucu banget. Sukalah pokoknya.
Di saat summer dipastikan Tallberg lebih kebanjiran tamu. Apalagi desa ini selalu mengadakan perayaan Midsummer, sebuah tradisi besar di Swedia yang dikenal dengan pesta menari di hari yang paling terang dalam setahun.
Alun alun T’ällberg. Di musim panas alun alun ini selalu dipakai sebagai tempat merayakan midsummer di Tällberg. Ada tiang Majstång (simbol midsummer)
Di mata gue Tällberg itu ibarat desa metropolitan. Bagaimana tidak, untuk ukuran desa kecil banyak banget plang kayu layaknya informasi lalu lintas di setiap ruas jalanan desanya. Ngalahin kota besar. Contohnya seperti foto di bawah ini.
Hal ini dikarenakan banyaknya penginapan, museum, dan cafe di Tällberg. Belum lagi di saat winter Tällberg menjadi desa yang sarat dengan cahaya lampu lampu hotel. Cakep.
Tällberg selalu cantik di setiap musim yang berbeda. Cantik buat foto narsis juga. Tinggal pilih mau berdiri di mana. Wooden house dan alamnya siap menjadi backround gratis.
Saat winter Tällberg ibarat negeri dongeng. Tumpukan salju ada di mana mana. Sebaliknya di saat summer desa ini terlihat segar dengan permadani alam yang hijau, bunga dan rumput liar dimana mana, bahkan sampai barisan pohon apel dengan buah ranumnya yang menggemaskan. Pengen metik masukin karung trus jadikan props foto. Hahaha.
Berkunjung ke Tällberg mengingatkan gue akan bangunan asli sopo di kampung gue tanah batak sana. Meskipun tidak semua ya, tapi masih ada beberapa desa terpencil yang memiliki rumah sopo tapi seperti diterlantarkan. Sayang banget. Kalau di sini bangunan bersejarah seperti itu sudah dilirik dan dijadikan objek wisata.
Apalagi semakin ke sini, gue melihat banyak sekali obejek wisata baru di tanah air yang malah berlomba lomba membuka wisata bertema eropa. Bingung juga sih. Tapi ironisnya memang wisata seperti ini mendapat apresiasi yang besar dari masyarakat kita. Lumayan menghibur mereka. Hitung hitung lebih hemat daripada terbang langsung ke eropa.
Tulisan ini gue post ulang dengan beberapa revisi. Salam dari Swedia.
Beautiful wild flower
Tällberg di saat summer. Hijau! Tidak sedikit bangunan yang menggunakan pagar kayu seperti ini. Tapi malah terlihat unik
Keindahan desa Tällberg ini sudah pernah tayang di NET TV. Kalian bisa menontonnya dengan klik link di bawah.
Tomte merupakan tokoh dalam cerita legenda masyarakat Swedia. Sosok yang digambarkan sebagai pria bertubuh kerdil, berpenampilan kucel, hidup di hutan dan sangat suka menolong orang. Tomte tidak sungkan memeriksa kandang ternak warga dan memastikan tidak ada rubah yang masuk. Memastikan pintu rumah apakah sudah dikunci atau belum ketika warga tertidur lelap . Akibat kebaikannya ini, warga suka memberi tomte bubur dan meletakkannya di depan rumah.
Gambaran sosok tomte pertama sekali ditulis oleh seorang penyair terkenal Swedia bernama Viktor Rydbergs. Kebetulan suami masih punya bukunya.
Cerita tomte pun akhirnya berkembang dan melekat di ingatan warga Swedia terutama kalangan anak anak. Suami gue sendiri pernah dengan sengaja meletakkan bubur di depan rumah menjelang natal tiba. Betapa senang hatinya ketika keesokan hari melihat bubur habis dan tak bersisa. Dengan yakinnya dia kalau yang makan bubur itu adalah tomte. Padahal suami tidak tau kalau yang mengambil bubur adalah mendiang mama mertua. Cerita masa kecil yang lucu.
Jaman semakin maju, legenda tomte mulai bergeser dan sedikit menyesuaikan diri dengan cerita santa yang mendunia. Tomte pun dianggap sebagai malaikat pemberi kado dan hadiah. Setidaknya itulah gambaran tomte di mata anak anak Swedia jaman sekarang.
Untuk lebih menghidupkan legenda tomte, di tahun 1984 dibangunlah Tomteland. Sebuah theme park natural yang berada di kawasan pegunungan Gesunda Dalarna dan diantara rimbunnya barisan pohon gran pinus. Jauh dari keramaian kota.
Konon tomteland merupakan satu satunya kampung tomte terbesar di Swedia yang berdiri di kawasan mountain dan deep forest, serta menjadi salah satu wisata musim dingin favorite di Dalarna Swedia.
Jangan pernah membayangkan tomteland sebagai sarana wisata yang sarat dengan kemewahan, gemerlap lampu lampu layaknya di kota besar. Tomteland ditata sedemikian dengan kesederhanaan layaknya kehidupan di desa. Sangat apa adanya. Tomteland mengusung konsep klasik alam pedesaan yang setidaknya mampu menggiring khayalan akan cerita klasik natal. Yang meskipun sederhana tapi langsung nancep di hati. Feelnya dapat.
Kebayang ga sih melihat wooden house bergaya skandinavia diantara lebatnya hutan pinus dan pohon gran berselimut salju tebal. Rasanya seperti berada di sebuah kampung beneran. Bukan di sebuah theme park. Belum lagi sajian mistery rumah trolls yang super besar. Mirip bangunan kastil. Batunya gede gede. Pokoknya serasa berada dalam cerita klasik natal. Kalau pernah melihat kalender dengan rumah rumah kayu berlapis salju dan pohon pinus yang nyaris memutih, tomteland bisa dibilang sebagai jawaban nyatanya.
Winter Wonderland. Cakep ya
Aktifitas tomteland ditampilkan layaknya negeri dongeng tapi kayak sungguhan. Mulai dari kuda kuda berlapis bulu siap membawa pengunjung mengitari hutan pinus bersalju, pertunjukan theater di alam terbuka, hingga toko souvenir dan cafe/restoran bernuansa wooden house yang sangat autentik.
Memasuki kawasan tomteland yang pertama terlihat adalah rumah kayu kecil berisi patung patung tomte. Tak jauh dari rumah kayu ini berdiri sebuah bangunan dari batu mirip rumah liliput. Sayangnya pengunjung tidak bisa masuk dan hanya boleh mengintip lubang kuncinya. Uniknya begitu melihat dari lubang kunci yang terlihat seperti gambar tiga dimensi. Mirip terowongan bawah tanah.
Konon rumah ini merupakan tempat dimana tomte mendapatkan emas dan besi. Dari sinilah tomte bisa membeli berbagai kebutuhan natal untuk anak anak.
Kalau ngintip pintunya terlihat terowongan panjang mirip tiga dimensi.Rumah Trolls. Besar banget.
Ada juga rumah kembar berbentuk kerucut. Rumah Trolls!
Dalamnya agak creepy lengkap dengan berbagai simbol laba laba di setiap dindingnya. Warna kayu dan lantainya terlihat kusam. Tangga bangunan jika diinjak mengeluarkan bunyi derik. Peralatan dapurnya super tua. Batu perapiannya besar banget. Dari luar sekilas seperti rumah penyihir.
Sekilas mirip rumah Minangkabau ya. Hahaha.
Tak jauh dari rumah trolls terdapat bangunan yang sekilas mirip rumah suku Minangkabau. Rumah Tomte! Sebagian besar pengunjung yang masuk ke rumah tomte terkhusus anak anak menulis wish list. Anak anak juga bisa berfoto dengan tomte. Dan orang tua pun sabar ngantreeee menemani anak anaknya.
Sebelum berfoto terlebih dahulu tomte membaca nama dan alamat si anak yang tertera di kartu wish list. Seru sih melihat anak anak ini sangat antusias. Terlihat dari tatapan penuh harap agar wish list mereka dikabulkan. Bahkan tidak hanya anak anak saja, terlihat sekelompok ibu ibu hebring dari negara “manalah itu” yang hebohnya melebihi anak anak. Dimaklumi karena mereka juga manusia yang kadang rindu dengan nostalgia dimasa kecil.
Dapur tomte. Bagus banget deh. Kayak dapur beneran. Antik banget.
Keseruan yang lain di rumah tomte adalah ruangan berisi hiasan pohon natal dan tumpukan kado dalam jumlah yang banyak. Ceritanya Tomte bekerja sampai larut malam menyiapkan kado kado ini untuk dibagi bagikan kepada anak anak ketika natal tiba. Rasanya jiwa anak anak gue kembali muncul melihat susunan kado ini. Seru!
Ceritanya ini ruang kerja tomte. Mempersiapkan segala kado untuk anak anak
Di ruangan ini juga tersedia sebuah buku besar dan tebal yang menyimpan daftar nama nama anak yang baik. Rata rata anak kecil yang berkunjung ke tomteland dengan senang hati mengisi daftar buku. Mereka percaya kalau anak baik akan mendapat hadiah natal dari tomte.
Gue aja yang sudah nyaris ubanan gini masih terbawa perasaan bagaimana enaknya di posisi mereka dengan segala khayalan akan menerima kado dari seorang tomte. Pastilah menyenangkan. Wong bentuk kado kado diruangan ini memang lumayan menggoda. Jadi wajar jika anak anak ini begitu antusias menulis buku besar itu.
Gue sangat suka melihat tingkah laku mereka. Masa kanak kanak memang masa yang paling menyenangkan. Buku tamu yang sebagian besar ditulis oleh anak anak ini sejak tomteland berdiri masih tersimpan rapi di rumah tomte.
Dari sini kita lanjut ke sebuah bangunan paling besar dikawasan tomteland. Sebuah bangunan rumah kayu yang di dalamnya terdapat restoran dan toko souvenir. Konsep dekorasi natalnya gue suka. Bernuansa dominan kayu. Pernak pernik tomtenya banyak banget. Mayoritas berwarna merah. Mulai dari tomte kecil hingga besar. Tersedia juga berbagai jenis permen natal atau jenis permen lain. Konsep toko ini juga dibuat layaknya toko tradisional dengan pelayan berpakaian ala liliput.
Toko souvenirnya bernuansa kayu
Jika pengen duduk santai atau ngopi, tomteland juga memiliki sebuah cafe kozy. Lokasi cafe berada agak diketinggian (ga tinggi banget juga sih). Dari sini kita bisa melihat keindahan landscape Tomteland yang dikelilingi hutan pinus dan view danau di dekat cafe.
Souvenirnya lucu lucu
Harga tiket per orang dikenakan 220 Sek atau sekitar 362 ribu rupiah untuk kurs rupiah saat ini. Tidak termasuk naik kereta kuda, ada extra bayaran sebesar 50 Sek. Tomteland buka mulai November hingga Januari setiap tahunnya. Khusus di akhir pekan saja. Mulai Jumat sampai Minggu dari pukul 10 pagi hingga 4 sore.
Souvenir klasik tapi christmas banget
Saran gue jika berkunjung ke tomteland harus bener bener memperhatikan perlengkapan di badan. Karena suhu di tempat ini lumayan dingin. Tapi dont worry, selama pakaian winter kamu nyaman ga masalah kok. Apalagi di beberapa titik kawasan ini disediakan api unggun. Jadi sekali kali bisa hangatin tangan kamu dekat api.
Diantara tumpukan salju, suhu yang dingin, dan aroma kayu bakar