Mengabadikan keindahan warna musim gugur. Musim yang penuh warna. Di saat suhu mulai dingin dan hari hari mulai gelap, mencoba bersahabat dengan keindahan lukisan alam melalui bidikan kamera dan rekaman video.

Traveling, Cooking, Photography,
Saya penggemar garis keras Amanita Muscaria. Tak pernah bosan saya fotoin mereka. Mungkin followers di instagram saya sudah eneg dengan postingan koleksi foto jamur liar yang satu ini. Kegalauan saya berpisah dengan summer lumayan terhibur dengan kehadiran mereka. Iya…dengan munculnya jamur liar ini pertanda musim gugur akan segera tiba.
Saya sudah pernah menulis lebih detail tentang musim jamur di Dalarna di tulisan sebelumnya
Bisa dibaca di situ juga. Koleksi fotonya lebih lengkap.
Untuk melihat lebih jelasnya, silahkan klik link video di bawah. Bentuknya lucu lucu.
Anggap saja sedang melihat smurf di dunia nyata.
Setiap musim panas, ada satu jenis tanaman yang menghiasi beberapa wilayah Swedia. Terkhusus di wilayah Dalarna. Beraroma semerbak dan beraneka warna. Cantik.
Di Swedia orang orang menyebutnya Lupiner. Sedangkan asal katanya berasal dari bahasa Latin yaitu Lupinus yang artinya serigala. Dinamai demikian karena keganasan lupiner yang mampu mengekspansi pertumbuhan tanaman di sekitarnya sehingga sulit berkembang.
Awalnya gue berpikir jika tanaman ini hanya tumbuh di wilayah dingin. Ternyata tidak. Malah dari beberapa sumber yang gue baca, di wilayah panas seperti Indonesia pun lupiner bisa dibudidayakan. Dan gue juga baru tau jika lupiner dianggap berbahaya terhadap kelangsungan hidup species lain di sekitarnya. Karena sifat serigalanya itu tadi.
Beberapa waktu lalu, pemerhati lingkungan di Swedia mulai dibikin resah oleh ekspansi tanaman ini. Dihimbau agar warga yang melihat lupiner sebaiknya segera menebas dan membakarnya agar tidak membawa pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman liar lain yang dianggap lebih nature.
Walaupun dalam kenyataan yang gue lihat, warga tetap membiarkan bunga ini hidup dan menikmati keindahan warna warninya. Emang cantik sih. Ibarat melengkapi keindahan musim panaslah. Apalagi kalau dilihat dari jauh, warna ungunya mirip bunga lavender.
Lupiner aslinya berasal dari Amerika Utara dan Selatan. Konon di sana bunga ini sangat terkenal. Selain di Swedia, lupiner juga tumbh subur di wilayah New Zealand, Afrika Utara dan kawasan Mediterania. Konon biji Lupiner bisa dimakan dan sering menjadi suguhan dalam bentuk cemilan di wilayah mediterania.
Lupiner sangat menyukai air. Makanya tanaman ini lebih subur di tanah yang memiliki kandungan air yang banyak. Seperti di pinggiran sungai, pantai dan danau. Sehingga kalau gue lihat, tanaman ini tumbuhnya memang tak jauh jauh dari sekitar air. Tumbuh di pinggir jalanpun karena jalanan berada tak jauh dari sungai atau danau. Atau di sekitar selokan yang ada aliran airnya. Jadi tanaman ini tidak tumbuh di sembarang tempat.
Di wilayah eropa lainnya, lupiner ternyata dibudidayakan untuk dijual di toko bunga. Ahhh so lucky me bisa melihat hamparan mereka dan bisa memetik sepuasnya.
Saat gue menulis tulisan ini, lupiner lagi banyak banyaknya bermunculan. Dan gue pun tak ingin ketinggalan untuk mengabadikan momen cantik ini dalam bentuk video.
Bisa klik video di bawah …
Dikutip dari berbagai sumber termasuk Wikipedia
Motret menggunakan smartphone jaman now emang beneran canggih. Gimana ga canggih, harganya pun bisa mengalahkan sebuah kamera selevel DSLR. Hasil bidikannya relatif jernih. Malah sudah ada brand smartphone yang punya fitur Potrait Depth Effect. Hasil objek foto bisa sangat fokus dan tajam.
Selain itu smartphone praktis dipakai sudah jelas iya. Tidak berat di tangan, modal di sakuin aja juga bisa. Tinggal cari angle yang pas, uda deh jepret. Ga perlu setting kiri kanan atau mikiri segitiga exposure layaknya di kamera DSLR. Dan rasa rasanya ga perlu banyak editan pun uda mayan cakep. Setidaknya inilah kesimpulan gue ketika menggunakan kamera smartphone IOS.
Mungkin karena kemampuan photography gue sebatas otodidak, sekilas yang gue lihat hasil jepretan kamera smartphone di jaman now bisa lebih bersaing. Meskipun kalau dicermati ya jelas hasil kerja DSLR itu emang beda.
Dan kalau mau jujur, meskipun hasil jepretan di smartphone lumayan amazing, tapi buat gue tetap aja menggunakan kamera DSLR memiliki kepuasan tersendiri. Susah untuk menjelaskan. Setidaknya dengan menggunakan DSLR, gue belajar lebih peka terhadap objek foto, settingan di kamera, lensa dan pencahayaan. Walaupun basic ilmunya masih jauhhhh banget dari kata bagus.
Kebetulan kemaren cuaca cerah banget di tempat gue. Suhu naik hingga 1 derajat celcius. Meskipun tidak lama ya. Karena sore harinya kembali ngedrop ke minus 10 derajat celcius. Ketebalan salju di atas bangunan udah lumayan parah.
Bahkan bangunan sekolah di salah satu kota di Dalarna dikhawatirkan akan ambruk karena tebalnya salju di bagian atapnya. Suami gue pun beberapa hari yang lalu harus membuang secara manual beberapa bongkahan salju es yang sudah mengeras di atap bangunan rumah. Takut jebol.
Meskipun begitu, bongkahan salju di atap bangunan menjadi suatu yang menarik untuk dibidik. Meski sebatas menggunakan kamera smartphone. Jadi karena penasaran, gue foto dua kali. Yang satu dengan smartphone dan satunya lagi dengan kamera DSLR.
Nah, coba dilihat kira kira yang mana hasil jepretan kamera smartphone dan mana hasil jepretan DSLR? Hehe..
Selain ngeblog dan instagram, photography adalah kegiatan yang sangat gue gemari sekitar tiga tahun belakangan ini. Tiga tiganya seperti saling berkesinambungan mengisi hari hari gue. Hidup di negara empat musim, membuka peluang besar bagi gue bisa memotret apa saja. Maksudnya motoin wajah alam yang setiap musimnya beda penampakan. Buat gue cakep aja semua.
Tak terkecuali di musim panas. Inilah musim yang paling banyak menyita waktu gue untuk membikin lelah kamera. Maklum, di musim ini suhu sudah tang cen oye. Dalam artian gue uda relatif bisa berlama lama di luar. Kecuali kalau anginnya kencang banget ya. Dijamin memble.
Selain landscape, motoin bunga merupakan kegemaran gue yang paling parah. Bunga apa sajalah itu. Selama bisa gue foto, gue pasti fotoin. Mulai dari bunga liar yang suka membuat gue setengah gila, sampai bunga di sekitar halaman rumah maupun halaman tetangga. Hahaha.
Kadang kadang nih, uda difoto hari ini, besok difoto lagi. Entah apa maksudnya coba. Hahaha.
Suami gue sampai bilang, baru gue mahluk yang dia kenal yang begitu menggilai bunga.
Apalagi bunga liar di di sekitar kehidupan gue sekarang ini cakep cakep banget. Sangkin cakepnya, layak banget buat hiasan di rumah. Dan menjadi penting pake banget juga, bisa ngepangkas cost beli bunga di toko florist atau supermarket. Mayan kan!
Biasanya, habis metikin bunga liar, langsung gue masukin pot. Mulai deh sibuk sendiri. Satu bunga bisa berkali kali motoinnya. Pindah sana pindah sini potnya. Pokoknya sampai dapat angle yang kece. Ampe puas sendiri. Makanya jangan heran, untuk satu pot bunga yang sama, bisa beda beda tempatnya. Hahaha.
Semua bunga di tulisan ini kebanyakan adalah bunga liar. Jika ditanya, lebih suka mana? jujur, gue lebih suka bunga liar!
Buat gue, bunga liar itu beda. Lebih eksotik. Artinya tanpa ditanam dan diurus, bisa cakep gitu. Kalau bunga yang sengaja ditanam wajarlah cantik. Namanya juga bunga khusus ditanam. Wajar aja cakep. Lah bunga liar? bersaing dengan bunga di toko aja mampu kok kalau ditata di pot.
Tapi memang, kebanyakan bunga liar gue bikin di teras rumah. Kalau di dalam takut ada serangga atau poison. Gue ga gitu ngerti soalnya. Tapi untuk jenis bunga tertentu, seperti jenis Aster/Margarita, bau gue bikin di dalam rumah. Itupun di ruangan yang jarang dijadikan tempat santai. Paling kalau giliran diphoto, baru deh dipindah bentar cari angle bagus. *Pengakuan jujur.
So, tulisan ini sebenarnya ga penting banget, pointnya cuma photography abal abal doang. Nulisnya juga sambil makan donat kocok. Hahaha. Semoga bisa menyegarkan mata para pembaca sekalian.
*********************************
“When people ask me what photography equipment I use, I tell them my eyes”
Summer sama artinya, puas motoin apa saja. Bahkan besi karatan pun bisa jadi objek menarik. Menghasilkan sesuatu yang rustic.
Ada satu hal yang sangat gue suka ketika musim panas tiba. Selain landscapenya, di musim ini sejuta wild flowers berlomba lomba pamer warna. Datang dan pergi silih berganti. Cantik banget. Bahkan selevel rumput pun mampu menghasilkan bunga yang indah.
So, ini dia Musim Panas gue!
Sebenarnya, Dandelion pada gambar di bawah, muncul di saat musim semi hingga awal musim panas. Si liar yang tidak disukai warga desa gue. Dianggap mengganggu karena pertumbuhannya yang sangat cepat dan menyebar ke mana mana. Jika dilihat dari dekat, bunga ini kurang menarik. Tapi di saat tertentu, Dandelion mampu menghibur mata, ketika kompak memenuhi lahan kosong yang luas.
Ibarat hamparan karpet kuning. Indah.
Dandelion yang unik. Ibarat manusia, muda kuat, tua melemah. Demikianlah Dandelion mulai rapuh ketika warna kuningnya berubah memutih. Gampang tertiup angin. Bahkan oleh sentuhan jari sekalipun.
Di saat musim panas, sebagian besar warga lumayan senang memetik bunga liar yang tumbuh di sepanjang jalan, halaman sekitar rumah, bahkan hutan, dan menjadikannya hiasan di teras, atau di tempat tempat yang lumayan rustic. Seperti di depan gudang, di atas tumpukan kayu dan besi tua.
Bahkan ada juga beberapa jenis bunga liar yang cocok dijadikan hiasan di dalam rumah. Seperti foto di bawah ini. Lumayan kan, ga harus beli di toko bunga. Hahaha.