Berbicara taman di Eropa, emang uda surganya kali ya. Setiap negara di benua ini rata rata pasti punya taman apik dan bersih. Taman merupakan fasilitas publik yang rasa rasanya wajib ada. Masing masing taman pun punya daya tarik tersendiri.
Seingat gue, belum pernah secara khusus gue mengangkat judul tulisan khusus tentang taman. Paling gue selipin di tulisan yang lain. Berhubung taman yang satu ini lumayan mencuri hati, akhirnya gue angkat ke permukaan deh khusus satu judul.
Sebenarnya kota Riga Latvia memiliki beberapa taman yang lokasinya berada di jalur jalan yang sama. Cuma masing masing dipisahkan oleh bangunan saja. Menurut pengamatan gue sih begitu ya. Seperti Esplanade, Vermanes Garden dan yang paling gue suka adalah Baston Hill Garden Parknya. Nah, antara Vermanes Garden dan Baston Hill ini sekilas seperti berada di satu kawasan deh, tapi gue kurang yakin juga. Seingat gue, sewaktu berjalan dari Vermanes Park, bisa conecting ke Baston Hill.
Sesuai namanya, Baston Hill memiliki area yang agak berbukit. Tapi bukan bukit beneran sih. Cuma agak naik turun gitu tanahnya. Karena bertepatan di musim panas, jadi hamparan rumput di taman ini terlihat cerah banget. Hijaunya mirip karpet.
Secara keseluruhan, penataan tamannya tidak ada yang luar biasa. Sederhana aja. Malah nih, tanaman bunganya pun tidak terlalu banyak. Tapi Baston Hill menjadi terlihat lebih luas justru karena hamparan rumput hijaunya itu. Dan yang bikin makin sempurna, ada aliran sungai kecil di sepanjang pinggiran taman Baston Hill ini. Diantara pohon pohon rindang. Pokoknya berasa nature banget.
Tuh kan, gembok cintrongnya aja banyak. Hahaha
Taman yang bukan sekedar menawarkan ketenangan, tapi juga suasana romantis. Menurut gue, untuk sebuah taman, rumput hijau yang dibarengi aliran sungai merupakan perpaduan yang paling cocok. Karena ga semua taman ada aliran sungainya kan.
Apalagi, pihak pengelola taman menyediakan perahu kayu kecil yang bisa dinaiki untuk sekedar melepas lelah sehabis mengitari kota Riga. Sembari menikmati keindahan taman dan kota Riga juga.
Perahu ini pelan pelan mengitari aliran sungai kecil di sepanjang pinggiran taman. Ih, gue suka. Peace banget. Melihat orang orang yang duduk santai di pinggiran sungai, membaca, bercengkrama dengan teman atau pacaran (ini gue nebak aja). Emang asik sih tamannya.
Dari aliran sungai kecil di Baston Hill, perahu kemudian keluar memasuki dan melewati sungai Daugava yang besar. Mirip laut. Udah deh, tinggal nikmati aja bangunan bangunan kota Riga dari sungai ini. Apalagi perahunya ga terlalu gede, dan modelnya masih tradisional. Makin roman roman aja bawaannya kan. Hahaha.
Tepat di seberang jalan Baston Hill, berdiri Freedom Monumen, yang menjadi iconic terkenal di kota Riga. Monumen yang dibangun untuk mengenang para prajurit Latvia yang tewas memperjuangkan kemerdekaan.
Tak jauh dari monumen, berdiri Nativity Catedral, gereja ortodoks Rusia yang megah. Tidak seperti gereja kebanyakan di Eropa yang bergaya barok klasik, gereja ortodoks Rusia memang sedikit berbeda. Memiliki beberapa kubah yang sekilas mirip kubah mesjid.
Nativity Catedral
Di dalamnya ga usah ditanya, meriah dengan lukisan art yang memenuhi dinding gereja. Dan satu lagi, hampir tidak ada kursi, karena jemaat ortodoks selalu beribadah dengan cara berdiri. Tapi sayang, dilarang mengabadikan foto di dalam.
Vermanes Garden. Dari sini bisa conecting ke Baston Hill
“Semua foto merupakan dokumentasi pribadi ajheris.com”
Art Nouveau (New Art) merupakan karya seni yang sangat populer antara abad 19 hingga 20, tepatnya di era tahun 1890 dan 1910. Art Nouveau tidak hanya meliputi seni Arsitektur, melainkan juga Design Interior(dekorasi), dan Gaya Art Internasional (termasuk seni musik, teather, lukisan, ukiran, hingga pahatan).Art Nouveau sendiri sangat identik dengan bentuk bentuk meliuk dan lengkungan yang terinspirasi dari alam, seperti tanaman dan bunga bunga.
Beberapa contoh arsitektur bangunan dengan motif Art Nouveau di setiap relief dindingnya
Sehingga tidak heran, jika jenis seni yang satu ini sering memadupadankan anggota tubuh manusia dengan liukan tanaman dan bunga. Karya seni Art Nouveau sebenarnya lumayan mudah dikenali di kehidupan sehari hari. Mulai dari motif di gelas, piring, taplak meja, lemari, karpet, lukisan dinding, bingkai foto, tissue, pot bunga, wallpaper, corak kursi/sofa dan masih banyak lagi. Terkhusus barang antik, biasanya bentuk lengkungan dan liukan Art Nouveau sangat mudah didapati. Karena seperti yang gue sebut di atas, karya seni ini tidak hanya terbatas pada arsitektur bangunan, tapi juga design interior dan model art yang lebih universal.
Kompilasi bentuk Art Nouveau
Sejujurnya, pemahaman akan Art Nouveau baru benar benar gue mengerti setelah memasuki gedung museum Art Nouveau di kota Riga Latvia. Di dalamnya terdapat berbagai macam benda Art Nouveau dengan corak dan bentuk yang sangat mudah dipahami. Khas sekali. Untuk lebih memudahkan, bisa dilihat dari gambar gambar yang gue posting ya.
Detail Art Nouveaunya cantik banget. Sampai besi balkonnya juga bergaya Art Nouveau
Kota Riga lumayan terkenal memiliki banyak bangunan berarsitektur Art Nouveau. Setidaknya, 30 persen bangunan Art Noveau berdiri di pusat kota ini. Riga adalah “salah satu” kota yang memiliki bangunan bergaya Art Nouveau terbanyak di Eropa. Terutama di dua kawasan jalan bernama Alberta dan Elizabetes, yang mana kedua jalan ini pun akhirnya ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata di kota Riga.
Di kawasan jalan Alberta dan Elizabetes inilah, bisa dilihat betapa kuatnya pengaruh Art Nouveau terhadap arsitektur bangunan di pusat kota Riga dulunya. Sehingga tak heran, dari kedua jalan tersebut, tepatnya di kawasan Alberta, berdiri museum Art Nouveau, yang lagi lagi bangunannya juga bergaya Art Nouveau. Gue sangat merekomen museum ini. Cantik!
Museum Art Nouveau. Di dalamnya cantik banget semua. Nuansa abad ke 19 sangat kental berasa. Karpet di lantai bermotif Art Nouveau, bingkai foto, semuanya detail menampilkan nuansa Art NouveauWallpaper Art Nouveau. Jaman sekarang pun motif ini masih dipakaiIni gue foto dari lantai dasar museum. Sebuah tangga di museum yang meliuk berbentuk lingkaran. Lengkap dengan liukan gambar gambar khas Art Nouveau. Sampai pagar besi di tangganya pun bermotif Art Nouveau
Dalamnya penuh dengan benda benda yang sudah pasti bernuansa Art Nouveau. Mulai dari tangga museum yang meliuk dari bawah hingga atas, para pegawai yang berpakaian abad ke 19, peralatan rumah tangga, koleksi porcelain, duh bikin gemes.
Berbagai koleksi porcelain yang aduh duh duh menggemaskan. Corak Art Nouveaunya beneran membuat kalap pengen nyolongin. HahahaNih, design Art Nouveau di salah satu tea cup porcelain
Dari sinilah gue baru menyadari, benda benda yang sering gue lihat di rumah, ternyata bagian dari Art Nouveau. Contoh kecil, seperti tea cup dan karpet motif bunga, pegangan besi pada laci atau pintu lemari dengan ukiran meliuk. Itu familiar banget kan.
Hayoo, karpet motif gini familiar banget kan! Demikian juga dengan teko dan kotak kaleng di bawah ini. Penggemar barang antik pasti familiar dengan coraknya
Berada di dalam museum sempat membuat gue terheran, tepatnya katrok. Jadi pas melewati sebuah kaca, tiba tiba muncul seorang pria mengenakan jas, sambil berjalan. Muncul, berjalan dan menghadap ke depan kaca tepatnya. Sambil bilang “selamat datang”.
Lemari dengan ukiran melengkung, tempat lilinnya juga. Akrab banget di mata model yang beginian. Gantungan lampu di bawah ini juga, mirip lampu lampu antik di keraton jawa
Awalnya gue berpikir, kok bisa pas banget sih timingnya ngomong selamat datang. Pas gue lewat pula. Nah, ga lama kemudian, masuk lagi turis lain. Eh, dia nongol lagi dong dan ngucapin kalimat yang sama. Si turis itu juga sama katroknya dengan gue, mereka juga terlihat kaget dan bingung. Alhasil kami jadi liat liatan. Hahaha.
Hadeh, jatuh cinta dengan sofa ini. Motif Art Nouveaunya bagus banget. Dan taplak meja itu dong, motifnya akrab di mata. Emak gue dulu suka model taplak meja mirip kayak gini. Hahaha
Gue kurang tau pasti, sepertinya ada alat sensor di sekitar ruangan. Mungkin dipasang di dekat kaca. Daripada penasaran, gue pun mencoba melewati kaca itu lagi dan berdiri pas di depannya. Ehhh dia muncul dan lagi lagi bilang “selamat datang”. Tuh kan, kayaknya memang ada sensornya. Niat banget kan gue, sampai ngetes kayak gitu. Kurang katrok apa coba. Hahaha.
Demikian juga di ruangan lain, ada kaca yang kalau kita mendekat di jarak tertentu, muncul dua orang wanita berpakaian abad ke 19. Bergerak gerak. Jadi serasa nonton film horor Noni Belanda gitu deh. Hahaha.
Studio photo, kamera pas di atas pintu dan dinding dindingnya penuh dengan foto abad ke 19 hingga 20
Nah, di museum ini juga tersedia studio foto. Sederhana dan praktis. Dengan merogoh kocek 2 euro, kita sudah bisa memilih pakaian ala abad ke 19 lengkap dengan topi bulu bulu melambai manja. Tinggal ikuti petunjuk. Pertama scan barcot pembayaran di mesin yang tersedia, langsung duduk manis, dan……cekrek!
Otomatis kamera di atas dinding menyala. Udah deh, tinggal print. Dapat 4 buah foto. Satu foto bisa langsung di print di museum, dan tiga foto lainnya bisa di email ke alamat email yang kita sertakan. Mayanlah, buat seru seruan. Kalau mau beli souvenir bermotif Art Nouveau juga bisa. Seperti gambar di bawah ini.
Souvenir bermotif Art NouveauMuseum Art Nouveau di jalan Alberta
To be Continued…
“Semua foto adalah dokumentasi pribadi ajheris.com”
Gue dan suami adalah pasangan yang lumayan sering mengunjungi Open Air Museum, karena selain memiliki cerita history, bangunan di kawasan museum berjenis seperti ini mostly menampilkan berbagai bentuk rumah rumah tradisional yang unik dan lucu.
Belum lagi para tim penggembira museum yang berpenampilan ala ala Little Missy yang lumayan menghibur mata. Setidaknya begitulah gambaran museum udara yang sudah pernah gue kunjungi. Seperti Den Gamle By di Aarhus Denmark, Jamtli di Ostersund, dan Skansen di Stockholm, Swedia.
Tak terkecuali Riga Latvia, kota ini pun memiliki museum udara yang terbilang sangat luas bernama Latvian Ethnograhic Open Air Museum. Berdiri di kawasan yang sangat luas, kalau tidak salah kurang lebih 80-an hektar meter persegi. Di sekitar Lake Jugla dan dikelilingi hutan kayu lebat, aroma nature benar benar masih berasa di open air museum ini.
Suka melihat jalanan ini. Lokasinya persis di pintu masuk museum
Buat yang memang benar benar menyukai wisata seperti ini, mengunjungi Latvian Ethnographic tidak cukup hanya 2 hingga 3 jam. Saran gue sih, luangkan waktu seharian biar jalannya bisa santai. Fokusin agendanya hanya untuk melihat museum. Bukan apa apa sih, menurut gue lumayan melelahkan juga mengitari semua kawasannya. Apalagi kalau dijalani buru buru, makin gempor deh.
Latvian Ethnographic merupakan salah satu open air museum tertua dan terluas di Eropa. Memiliki 118 bangunan bersejarah yang berasal dari berbagai propinsi di Lativia. Konon, semua bangunan dari berbagai wilayah di propinsi Latvia sengaja diangkut dan dikumpulkan menjadi satu di kawasan museum udara ini. Bangunan bangunan yang mewakili sejarah wajah Latvia di masa lampau. Mulai dari rumah, gudang, lumbung gandum, gereja, bahkan peralatan peralatan rumah tangga yang digunakan sehari hari di masanya.
Di museum ini pengunjung bisa melihat bagaimana kehidupan bangsa Latvia ratusan tahun silam. Seperti apa ruang tamu mereka, kamar, tempat tidur, lemari, peralatan masak, perabotan rumah, perapian, hingga cara mereka mendapatkan air pun, bisa dilihat di museum ini.
Bangunan tempat mandiDaun Birch. Sehabis mandi dipukul pukul ke badan agar perendaran darah lancar katanya.
Bahkan sebuah bangunan yang dibangun sekitar tahun 1862, yang berfungsi sebagai tempat mandi/sauna juga ada. Bathtubnya terbuat dari ember kayu besar berisi air. Pemanas air berasal dari bongkahan batu batu besar di sampingnya. Sehabis mandi mereka lalu memukul mukul badan dengan ikatan ranting daun birch. Lucu juga ngebayanginnya.
Ada pemandangan unik yang lumayan menarik perhatian gue, tepatnya ketika memasuki halaman sebuah gereja tua yang diperkirakan dibangun pada awal tahun 1700 an. Gue melihat sebuah tiang kayu lengkap dengan besi tua berbentuk lingkaran layaknya kalung besi. Awalnya gue pikir dipakai untuk memenggal kepala gitu. Ternyata salah.
Bangunan gereja yang dibangun tahun 1700 an. Sedangkan foto di bawah, merupakan foto di dalam gereja yang sudah. Dan tiang kayu tempat menghukum orang
Jadi konon dahulu, jika seseorang melakukan kesalahan yang cenderung memalukan, ada hukuman sosialnya. Dan biasanya, orang tersebut akan diikat ke tiang kayu dan melinggakarkan kalung besi tadi di lehernya. Tujuannya agar dia merasa malu, ketika banyak jemaat gereja yang melihat dan mengetahui perbuatan jeleknya. Kira kira seperti icuuuuuuu!
Sumur beserta ember kayu untuk mengambil air
Bangsa Latvia ternyata lumayan mempercayai kekuatan gaib. Bahkan hingga sekarang kepercayaan seperti ini masih bertahan dalam bentuk pernak pernik kerajinan tangan. Sewaktu kami hendak memasuki sebuah bangunan, terlihat seorang wanita paruh baya mengibas ngibaskan sesuatu ke kami. Sesuatu yang mirip benda anyaman dari jerami.
Si nenek penjaja souvenir pengusir hantu heheheBenda yang dianggap mampu mengusir hantu
Menurut beliau, benda tersebut mampu mengusir setan. Dalamnya berisi biji bijian, yang kalau digoyang mampu mengeluarkan suara. Nah, suara suara itulah yang katanya ampuh mengusir setan. Benda pengusir setan ini bisa dibeli sebagai oleh oleh atau buah tangan.
Merasa kurang enak, kami pun membeli. Kasihan melihat si nenek uda acting dan capek jelasin, kali aja setan di rumah gue mungkin bisa kabur. Hahahaha….kagaklah becanda. Gue sih mengganggapnya sebagai barang unik dan lucu aja. Benda yang sepertinya mewakili cerita legenda bangsa Latvia. Dan kebetulan gue memang penyuka souvenir. Si nenek tadi juga menjual kerajinan telur dan hiasan natal. Macam macamlah. Harganya berkisar antara 10 hingga 20 euro kalau tidak salah.
Wanita Latvia dengan baju tradisonal Latvia
Rata rata, bangunan di Latvian Ethnographic Open Air Museum dijaga oleh pria maupun wanita berpakaian tradisional khas Latvia. Tapi sayang, beberapa dari mereka terkesan kaku dan tidak bisa bahasa Inggris juga. Kurang atraktiflah jika gue bandingkan dengan open air museum yang pernah gue datangi. Dari segi pengunjung pun, rasanya tidak terlalu banyak. Gue kurang tau pasti sih, apa karena kami datang di hari yang salah. Biasanya kalau musim panas, open air museum seperti ini selalu mengadakan acara hiburan seperti teather ala ala, atau acting kecil kecilan dari tim museum untuk memberi kesan lebih hidup akan nuansa jaman dulunya. Seperti di museum udara Jamtli Ostersund misalnya. Senang banget melihat acting tim museumnya. Jadi pas masuk ke dalam bangunan, pengunjung terhibur dengan acting mereka yang sedang memasak, menjahit, menyuci piring, membuat roti, dan kadang kadang mereka juga sambil ngobrol satu sama lain, layaknya tidak ada turis di dalam ruangan. Natural sekali actingnya. Jadi turis tidak melulu melihat benda mati. Dan tidak gampang bosan juga.
Bangunan berisi kerajinan tangan seperti kapak, pisau dan peralatan pendukung. Pengunjung bisa langsung membuat sendiri mata uang koin dengan menggunakan palu. Alatnya seperti gambar di sebelah kanan bawah.
Selain itu, penempatan semua bangunan di Latvian Etnographic Open Air Museum ini pun terkesan monoton. Bahkan ada beberapa bangunan yang diletakin menyendiri di tengah hutan dan terlihat seperti kurang terurus. Entahlah apa cuma pemikiran gue aja. Tapi menurut suami pun begitu. Dari tapak jalan dan rumput yang kami lewati, bisa kelihatan kalau jalanan itu jarang dilewati. Tapi bagi yang memang suka kesepian, feelnya dapat sih. Naturenya lebih berasa.
Parahnya lagi, seluas itulah museum ini, tidak ada cafe kecil untuk sekedar bisa melepas dahaga atau lapar di titik titik lokasi tertentu. Kan ga semua juga ya niat bawa air putih atau cemilan di ransel. Kalau pun ada, mau berapa botol? Namanya jalan segitu jauh pasti cepat haus kan. Bahkan bangku untuk sekedar rest sebentar pun tidak tersedia. Masa mau tancap jalan terus? Tega banget sih mak! Hahaha.
Cafe restoran cuma ada di area pintu masuk. Beda banget dengan museum udara di Skansen Stockholm. Lebih terkodinir sepertinya. Artinya mereka sudah lebih paham, seluas apa kawasan yang dilewati turis. Jadi yang namanya cafe kecil, ada aja di beberapa titik lokasi. Pun bangku bangku tempat beristirahatnya. Bangunan tuanya juga diselang seling dengan taman kecil, peternakan sapi, pabrik dan toko jadul. Jadi yang dilihat pun lebih bervariasi. Kan pengunjung bukan orang dewasa aja. Anak anak juga ada.
Walking
Itu berasa banget pas kami melewati jalanan yang memang forest banget. Pas berasa cape ga tau mau rest dimana. Bangku sebiji pun kaga ada. Hal inilah yang membuat kami jadi cepat merasa bosan. Mentok cuma melihat bangunan yang lama lama bentuknya itu lagi dan itu lagi. Awalnya sih masih ecxited, lama lama mulai entahlah mak! Hahaha.
Mana perut mulai lapar. Wajarlah uda lewat jam makan siang. Nah, kalau harus makan ke restorannya, kan uda malas ya harus balik arah lagi melihat yang lain. Akhirnya kami memutuskan pulang. Sepertinya ada beberapa bangunan yang kami tidak lihat lagi.
Senang duduk di luar cafe restonya. Viewnya langsung menghadap forest
Country soup. Enak. Untuk semua menu makanan dan minuman dikenai 13 euro. Relatif murah dibanding harga di kawasan old town Riga.
Tapi lagi lagi ini pemikiran gue aja sih. Karena kalau melihat review, rata rata turis yang datang ke museum ini komennya oke oke aja. Mungkin karena gue bandingin dengan museum udara yang pernah gue kunjungi sebelumnya, yang lebih atraktif dengan hiburan hiburan kecilnya.
Oh iya, gue suka banget dengan cafe resto museum ini. Bangunan wooden house tua. Autentik banget. Dalamnya pun asik. Trus suasana di luarnya juga enak. Langsung menghadap forest gitu. Adem banget rasanya. Makanan di restonya relatif murah sih menurut gue. Gue merekomen menu country soupnya. Lumayan enak. Boleh dicoba.
Satu lagi, coba juga minuman Kvass khas Baltik. Minuman ini rasanya unik. Mirip soft drink bercitra rasa manis gula aren. Katanya sih minuman non alkohol. Atau beer low alcohol di bawah 2 persen. Pertama nyoba gue langsung sukaaaakkkk! Mungkin karena rasa gula aren kali yak! Hahahha.
Kvass, rasa gula aren. Hahahaha
Menuju Latvian Ethnographic Open Air Museum, bisa ditempuh dengan Bus nomor 1dari pusat kota Riga. Perjalanan kurang lebih 1/2 jam.
To be continued..
“Semua photo merupakan dokumentasi pribadi ajheris.com”
Musim panas tahun ini merupakan musim yang lumayan menyita waktu gue dan suami. Terutama suami sih. Mempersiapkan lelang, terkait warisan mendiang kerabat, yang ternyata merepotkan juga. Sampai sampai suami harus cuti beberapa kali dari kantornya.
Belum lagi segala urusan yang berhubungan dengan pajak, notaris, buyer, membuat dia enggan memikirkan hal lain. Termasuklah urusan liburan. Dan gue pun bisa mengerti, karena kalau ngomongin liburan harusnya pikiran bebas dari segala urusan ini itu kan. Kalau dipaksakan yang ada liburannya malah kurang asik.
Tapi cerita pun menjadi lain, karena di luar dugaan kami, ternyata segala urusan tetek bengek di atas bisa terselesaikan lebih cepat. Dan singkat cerita, akhirnya kami pun bisa dengan tenang memikirkan acara liburan musim panas tahun ini. Dan tempat yang kami pilih juga ga jauh jauh. Masih di sekitaran wilayah Baltik, tepatnya di kota Riga, Latvia.Meskipun cuma sebentar, akhirnya kami bisa juga menikmati summer holiday, sekalian merayakan anniversary tiga tahun pernikahan kami. Huraaaaaaaaaaaaaaa!!
Skål aka Cheers for anniversary!
Berkunjung ke negara bekas pecahan Uni Soviet ini, sebenarnya sudah ada dalam agenda jalan jalan kami jauh sebelumnya. Tepatnya sehabis mengunjungi kota tua Tallin Estonia tahun lalu, yang kebetulan juga sama sama berada di wilayah Baltik. Waktu itu kami benar benar terpesona dengan keindahan kota Tallin. Yang akhirnya membuat gue berinisiatif searching di google tentang negara Baltik lainnya. Dan ternyata ketemu kota Riga.
Ya uda, langsung masukin destinasi trip selanjutnya. Makanya liburan summer tahun ini, kami ga pake susah nentuin tempat berlibur. Karena Riga sudah masuk dalam agenda. Apalagi, memilih Riga sama artinya juga dengan kami bisa menikmati quality time di dalam kapal sekitaran laut Baltik yang terkenal mampu memanjakan para penumpangnya dengan berbagai fasilitas yang uhuiiii. Menikmati hari layaknya di kota berjalan. Bisa Klik di Sini.
Dari Dalarna, kami berangkat dengan bus tepat pukul 9 pagi. Tiba di Stockholm sekitar pukul 3 sore. Menjadi lama karena bus harus keliling menjemput penumpang di beberapa stasiun kota. Bus yang kami tumpangi merupakan bus travel yang bekerja sama dengan Tallink Group. Perusahaan kapal besar yang melayani jasa transportasi di seputaran laut Baltik.
Sekitar pukul 5 sore, kapal meninggalkan Stockholm dan tiba di kota Riga pada pukul 10 pagi. Hari itu cuaca di kota Riga lumayan panas dan terik. Ada cerita tak mengenakkan di awal ketibaan kami. Sistem layanan taxi di pelabuhan kota Riga lumayan kurang terkontrol. Ternyata main serobot masih berlaku di sini. Ga jelas menunggu taxinya dimana. Kami sempat bingung dan demikian juga dengan beberapa warga Swedia lainnya. Berdiri menunggu untuk sesuatu yang tidak jelas.
Banyak orang yang sudah terlebih dahulu berdiri di halte, ditikung ama calon penumpang lain. Kami cuma bisa bengong. Di sekitar area ketibaan, tidak terlihat satu taxi pun yang parkir menunggu calon penumpang. Murni menunggu taxi yang datang. Harusnya ada yang kontrol ya. Jadi penumpang ga rebutan.
Apalagi kepala mulai berasa dipanggang. Tensi pun mulai meninggi. Mana taxinya berhenti selonong boy aja, kadang di depan halte kami, kadang di halte lain. Aduh bener benar putus asa nunggunya. Maksudnya kurang jelas gitu loh sistem nyetop taxinya seperti apa. Kalau sekiranya taxi berbaris parkir, mungkin bisa disamperin. Beres kan. Atau pakai sistem ngantri. Ini mah kagak.
Nah, pas sebuah taxi melaju ke halte di sebelah, terlihat calon penumpang langsung berbicara ke supir taxi. Cuma anehnya mereka tidak jadi naik. Suami gue pun langsung sigap berlari menghampiri taxi tadi. Tidak terlalu ingat persisnya seperti apa, ga lama suami pun melambaikan tangan ke gue. Tanda isyarat kalau kami bisa masuk ke dalam taxi. Huaaaaa, surprise!
Dan ternyata, ada cerita dibalik keberhasilan suami bernego dengan si bapak supir tadi. Ceritanya pas suami menuju taxi, ada juga calon penumpang yang berniat masuk ke dalam taxi, tapi ditolak si supir dengan alasan hotel yang mereka tuju tidak terlalu jauh.
Tapi anehnya, giliran suami gue diokein. Padahal tujuan sama sama ke hotel yang juga dituju oleh calon penumpang sebelumnya. Dan akhirnya gue baru paham, ternyata ada permainan harga. Taxinya ga pakai argo. Untuk perjalanan 10 menit, kami dikenakan 20 euro. Dan itu langsung dibayar di muka. Sekitar 300 ribu rupiahlah.
Jadi kesimpulannya, supir taxi tadi tembang pilih calon penumpang. Mungkin mereka punya kemampuan melihat postur wajah si A dan si B asalnya dari negara mana. Gue ga perlu perdalamlah kalimatnya. Sedikit rasis. Dan itu nyebelin banget kan!
Berkiblat ke harga taxi di kota Tallin Estonia yang relatif murah, seingat gue perjalanan 10 menit cuma dikenai 6 euro. Jadi pas ditodong membayar 20 euro di kota Riga lumayan yessssssssss juga kagetnya.
Supir taxi juga bilang, kalau harga taxi di kota Riga tidak ada yang seragam. No argo. Semuanya sesuai kesepakatan. Kami sempat percaya. Sampai sampai malas naik taxi. Ternyata ga benar mak. Masih ada kok taxi yang pakai argo.
Dan itu argonya ya ampun, untuk perjalanan 5 menit cuma 3 euro malah. Dan pas balik ke Swedia, biaya argo dari hotel ke pelabuhan cuma dikenai 5 euro. Jreng jreng jreng!
Tapi namanya juga cari nafkah ya. Rejeki si driver taxinyalah. Dan rejeki kami juga, karena tanpa dia pastinya kami masih menunggu lama di pelabuhan. Untung dapat taxi. Daripada ga, bisa ngesot sampai hotel.
Sekilas tentang Riga, kota ini merupakan ibukotaLatvia. Latvia sendiri pernah menjadi bagian dari wilayah Swedia, kemudian direbut oleh Rusia. Pada tahun 1991, Latvia memerdekakan diri dari Uni Soviet dan menjadi negara yang berdaulat penuh.
Swedish Gate di kota tua Riga
Riga sampai saat ini tetap melakukan pembenahan. Bangkit dari masa masa suram di jaman pemerintah komunis dulunya. Menurut cerita suami, meskipun wilayah Swedia terbilang dekat ke kota Riga Latvia, warga Swedia dulunya tidak bisa masuk ke kota ini. Akses masuknya sangat sangat sulit. Itu sebabnya, saat ini Riga mati matian mengembangkan potensi wisatanya. Pun dengan warga Swedia, sangat menikmati era keterbukaan di kota Riga sejak Latvia merdeka.
Warga Riga itu sepengamatan gue, terutama kaum wanitanya, sangat fashionable. Postur wajah dan badan mereka juga oke banget. Tinggi langsing, muka tirus, mirip model model dunia gitu. Wajah wanita ex Soviet pada umumnyalah. Memang cantik cantik kan.
Nah, mereka itu sepertinya untuk sekedar jalan, suka banget pakai high heels, wadges, make up full abis, lipstick merah menyala, mau di pasar, jalan agak berbatu, di bus, di tram, semuanya rata rata bergaya. Bahkan seumuran emak emak juga gaya. Tapi ada juga sih yang berpenampilan apa adanya. Gue bicara mostlynya aja.
Mobil antik Rusia di depan sebuah restoran
Menjelang malam, di beberapa titik lokasi, banyak para wanita yang berdiri dengan penampilan keren. Tidak seronok dan tetap asik dilihat. Tapi kurang tau mereka berdiri menunggu apa.
Menikmati malam. Kece yak!
Riga memiliki kawasan Medieval Old Townyang sangat mempesona. Berjalan kaki seharian di kota tua ini tidak pernah bosan. Secara keseluruhan mampu menampilkan aroma abad pertengahan. Kota tua yang langsung membuat gue jatuh cinta. Cafe, restoran, bar, toko souvenir, lorong lorong kecil, bunga warna warni, alamak, cantik dan romantis. Semua memiliki magnet kuat yang mengharuskan gue pengen berhenti dan berhenti lagi. Kawasan ini pun ditetapkan Unesco sebagai salah satu heritage dunia yang dilindungi. Agak mirip dengan kota Tallin Estonia, cuma Tallin memang lebih ramai dan lebih cantik menurut gue. Untuk kota Tua Tallin Estonia, bisa baca di sini.
Gue sangat menyukai bunga. Dan bunga bunga yang bergantungan di kota tua Riga sangat membuat gue jatuh cinta. Setidaknya untuk negara yang pernah gue kunjungi, kawasan old town Riga gila gilaan banget bunganya. Dan dengan berat hati harus gue katakan, Gamla Stan Stockholm yang selalu menjadi favorite gue itu, masih kalah saing dengan bunga bunga di Medival Old Town Riga. Percayalah, kamu harus ke Riga untuk membuktikannya!
Bunga bunga di sekitar cafe restoran
Di kota tua Riga, banyak sekali dijumpai cafe restoran unik bergaya Autentik Medieval atau abad pertengahan. Crazy to the max melihatnya. Dan enaknya lagi, kota tua Riga surganya wifi gratis. Sepertinya semua bangunan punya wifi. Apalagi cafe restonya. Bahkan, berdiri di tengah alun alun kotanya pun kadang bisa dapat wifi. Entah wifi dari cafe dan resto mana sangkin bersenggolan dan berdekatan gitu. Hahaha. Makanya kalau melihat map tourist, lambang lambang wifi selalu ada di setiap tempat wisatanya. Ya meskipun agak lemot sih. Tapi namanya juga gratis.
Oh iya, harga makanan di kawasan old town Riga terbilang tidak murah juga. Setidaknya untuk cafe resto yang kami coba, menyajikan harga yang relatif mahal. Contohnya, segelas bir, wine non alkohol, seporsi chicken wings, dan segelas air putih, dihargai 30 euro. Demikian juga makan di salah satu resto bergaya abad pertengahan, dihargai sekitar 45 euro.
Duh, cafe restonya bikin terlena
Souvenirnya juga, rata rata berkisar mulai dari 6 hingga 8 euro lebih. Mungkin karena kawasan medieval ini merupakan pusat kunjungan para turis. Semua nyaris numplek di kota tua ini.
Tapi begitu keluar dari kawasan kota tuanya, harga pun terbilang anjlok. Contoh lagi, kami makan 2 mangkok country soup ukuran besar, satu gelas ice cream porsi gede, 2 gelas Kvass (sejenis minuman soft drink), hingga satu botol air putih, cuma dikenai 13 euro. Padahal itu di kawasan wisata juga, di open air museumnya.
Minuman ini enak banget
Riga memang sangat melekat dengan medieval old townnya. Banyak banget yang bisa di explore di sini. Memiliki predikat sebagai the Home to Many museum, salah satunya adalah Museum of the Occupation of Latvia. Kami tidak sempat ke museum ini. Apalagi museum lagi direnovasi dan semua benda benda di museum dipindahkan ke gedung lain yang lokasinya agak jauh dari pusat old townya.
Menara St Peter’s Church. Sedangkan yang paling atas sebelah kanan menara Main Church di kota tua Riga
Jangan lupa masuk ke St. Peter’s Church, gereja tua yang menjadi incaran para turis di old town Riga. Gue sangat merekomen. Kenapa? karena dari tower gereja inilah landscape indah kota Riga bisa dilihat dari ketinggian.
Di dalam St. Peter’s Church
Enaknya lagi, untuk bisa mencapai ketinggian tower, pengunjung tidak perlu capek naik turun tangga, karena tower gereja sudah dilengkapi dengan fasilitas lift. Lift hanya bisa digunakan dalam hitungan persepuluh menit.
Landscape kota Riga dari menara St. Peter’s Church
Sambil menunggu, mata bisa menyaksikan tayangan di layar tv yang sengaja dpasang di atas pintu lift. Berisi sejarah tower gereja yang memiliki ketinggian total 123 meter. Mengalami kerusakan parah akibat serangan bom di jaman perang dunia ke II. Perbaikan kerusakan tower gereja kemudian dimulai pada tahun 1968 dan selesai pada tahun 1970. Kalau tidak salah, view pointnya berada di ketinggian 75 meter. Dan lift berhenti sampai di ketinggian ini saja.
Selain itu, ada the House of the Blackheads, bangunan yang sangat ngehits di seantero Riga bahkan Latvia. Jika kamu mengetik kata kunci “Riga” di mbah Google, mostly yang muncul adalah bangunan the House of the Blackheads ini.
The House of the Blackheads
The House of the Blackheads kalau tidak salah nih, awalnya dibangun pada abad ke 14. Merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi Botherhood of Blackheads, semacam perhimpunan/asosiasi pengusaha (pria kaya) asal Jerman tapi tidak menikah. Katanya di era itu banyak pria Jerman yang sukses dan membentuk asosiasi seperti ini. Asosiasi yang sangat terkenal. Gue juga masih samar samar tentang defenisi Botherhood of Blackheads ini. Kurang lebih gitu deh. Mudah mudahan ga salah menyimpulkan.
Akibat keganasan perang dunia, bangunan the House of the Blackheads hancur total tak bersisa. Kemudian dibangun kembali dengan model yang hampir sama. Jadi bangunan yang ada sekarang bisa dibilang bukan bangunan tua. Tapi entah mengapa, lagi lagi turis tidak boleh masuk. Sepertinya Riga memang lagi repot banget dengan segala renovasi bangunan dimana mana. Menurut info petugas di kantor tourist information, belum tau sampai kapan bangunan ini dibuka untuk umum.
Masih bercerita tentang bangunan tua, di medieval old town Riga, tepatnya di Maza Pils Street, terdapat 3 buah bangunan tua yang saling berdampingan bernama Three Brothers. Disebut Three Brothers karena dibangun oleh 3 pria dari sebuah keluarga dalam periode tahun yang berbeda. Three Brothes merupakan bangunan medieval tertua di kota Riga dan menjadi salah satu iconic terkenal di kota ini.
Three Brothers. Bangunan paling tua nomor 17 berwarna putih, yang ditengah nomor 19 dan warna hijau nomor 21
Setiap bangunan mewakili era di masanya. Bangunan nomor 17, merupakan bangunan tertua bergaya Gotic dengan sentuhan design abad pertengahan awal yang dibangun di abad 15. Bangunan nomor 19, dibangun pada tahun 1646 bergaya Medieval Belanda. Dan bangunan terakhir nomor 21, dibangun pada abad ke 17 dengan model bangunan bergaya Barok. Three Brothers konon menyamai bangunan tua Three Sisters di kota tua Tallin Estonia. Nemu aja ya bangunan yang sama gitu. Atau dipaksain biar terlihat sama? Hahahha.
Mengelilingi old town Riga bisa ditempuh dengan berjalan kaki, pun dengan kereta lucu ala ala dan cukup membayar 5 euro. Selain itu, juga ada transportasi becak ala kota Riga dan bus hop-on hop-off.
Itu hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak tempat menarik di medieval old town Riga. Bahkan sekelas toko souvenirnya pun mampu membuat menggila. Lucu lucu dan unik banget.
Perhiasan seperti kalung, anting dan gelang batu berwarna kuning kecoklatan, menjadi pemandangan yang biasa di toko souvenir kota tua ini. Batu batu yang konon katanya berasal dari lautan Baltik. Lucunya, selain dijual di pinggir jalan dengan box yang rata rata mirip keranjang anyaman rotan, perhiasan batu ini juga dijual di toko bahkan butik berkelas dengan harga yang menggile. Muncul pertanyaan, bedanya dimana ya, kalau memang sama sama dari lautan Baltik, kenapa bisa timpang banget harga yang di kaki lima dengan di toko butiknya?Berhubung gue tidak tertarik dengan perhiasan kayak gini, jadi mahal or murah biarkan saja. Hahahaha
Keranjang kotak mirip anyaman bambu. Sebagian besar pedagang souvenir jalanan menjual dagangan di tempat seperti ini
Bicara souvenir, gue justru lebih tertarik dengan souvenir autentik berbentuk boneka dan rumah warna warni khas Riga. Tapi herannya, hampir kebanyakan toko souvenir di kota tua Riga menempatkan dagangan souvenirnya di dalam lemari kaca. Dan itu dikunci.
Kios souvenir berbentuk drum kayu. Unik dan lucu banget. Hahaha
Apa alasanya gue juga kurang tau pasti. Tebakan yang paling jitu sih apalagi kalau bukan takut dicolong. Pas gue masuk ke salah satu toko souvenir dan bermaksud hendak membayar belanjaan, beberapa turis asing masuk ke dalam toko.
Dan jreng jreng…………….si penjaga toko langsung ninggalin belanjaan gue dong. Keren banget kan langsung main ninggalin belanjaan gue gitu aja, padahal mau hitung hitungan. Hahahaha. Dan dia pun nanar memperhatikan turis yang masuk. Tebakan gue mendekati kebenaran.
Sebagian besar toko souvenir di Riga menjual rumah warna warni kayak gini. Mewakili rumah rumah tua di kawasan old townnya. Gue menyebutnya “Rumah dongeng”
Apalagi rata rata wajah pelayan tokonya dingin banget. Flat tanpa senyum. Kalaupun senyum ya seadanya. Yang ramah itu menurut gue mostly pelayan restoran. Bahkan malah ada yang kelewat ramah. Mungkin sangkin banyaknya cafe restoran di sekitar old town ini. Jadi pelayanan terbaik merupakan cara jitu menarik pelangggan.
Boneka imut juga menjadi bentuk lain souvenir di Riga. Bahkan banyak boneka yang berpakaian tradisional Latvia
Meskipun berpredikat sebagai kota tua, di sekitar old town Riga berdiri sebuah store modern bernama Galeri Center (GC), store yang menjual berbagai perlengkapan fashion brand terkenal. Tak jauh dari GC, berdiri pula sepasang restoran siap saji yang sangat digemari di Indonesia. Pizza Hut dan KFC. Huaaaa……ada KFC!
KFC……..anyone?
Sudah lama gue merindukan kriuk kriuk KFC. Tapi entah mengapa, gue ga sempat atau berasa tidak terlalu antusias untuk mencobanya. Sejujurnya sih gue lebih merindukan KFC Indonesia. Mungkin karena pernah mencoba makan KFC di kota Kopenhagen Denmark, dan rasanya entahlah mak, kok kurang nendang. Efeknya jadi tidak terlalu antusias pas melihat KFC di kota Riga. Atau mungkin juga karena gue lebih terlena dan memilih duduk manis di cafe cafe bergaya madievalnya.
Nah, jika kamu bosan dengan liburan yang kotanya itu lagi dan itu lagi, negara Baltik ini bisa jadi pilihan berliburmu.
To be continued…
“Semua photo merupakan dokumentasi pribadi ajheris.com”