Poolish dan Biga seolah dianggap dua hal yang sangat berbeda. Padahal sebenarnya sama sama starter/biang/pre-ferment yang terdiri dari campuran air, tepung dan ragi komersial. Ragi komersial bisa meliputi ragi instan, ragi basah atau ragi segar dan ragi kering aktif (dry active yeast). Bahkan beberapa bakers ada yang menambahkan dengan sourdough juga.


Sebutan poolish lebih dikenal di Perancis dan Biga di Italia. Sama halnya dengan Sponge di Inggris. Semuanya sama sama preferment. Ketika kita membuat adonan biang atau preferment maka kita bebas menentukan persentase hydration atau airnya. Dan mau berapa persen pun airnya maka tetap disebut preferment.
Tapi karena poolish lebih sering menggunakan hydration 100 persen dan cenderung liquid sementara biga lebih sering menggunakan 45 ke 50 persen hydration dan cenderung thick dan kering, sehingga membuat poolish dan biga seolah berbeda. Padahal di Italia sana poolish itu disebut juga dengan Liquida Biga. Jadi cuma beda istilah karena beda negara saja. Mereka masih serumpun. Hehehe..


Dalam praktek sehari hari bakers Italia memang lebih suka menggunakan stiff starter. Baik itu preferment dengan ragi komersial maupun sourdough. Dan biga yang mereka gunakan rata rata hydrationnya antara 45 ke 50 persen. Cenderung kering. Untuk beberapa kasus memang ada juga yang menggunakan 60 persen. Adonan biangnya lebih lentur tapi padat.
Pada saat membuat adonan biang atau preferment sebaiknya menghindari pengulenan pada adonan. Tujuannya agar gluten pada adonan tidak cepat terbentuk. Pembentukan gluten yang berlebihan pada adonan starter justru kurang baik kata para pakarnya. Karena jika gluten benar benar terbentuk maka di tahap preferment ragi akan menghabiskan gluten. Sementara adonan biang ini akan digunakan untuk dicampur pada adonan final atau adonan kedua. Justru di sinilah pembentukan gluten dibutuhkan. Kurang lebih begitu yang bisa saya simpulkan. Apalagi untuk biga yang 45 persen hydration, adonan biga benar benar hanya disentuh pelan. Tidak boleh diaduk terlalu kuat. Gembur dan kering hasilnya. Bisa lihat foto di atas.


Poolish, biga adalah jenis preferment yang biasanya menggunakan ragi yang relatif sedikit dibanding takaran ragi biasa. Berkisar 0,1 hingga 0,5 gram dari takaran tepung yang digunakan. Ini takaran yang umum digunakan. Kalau ditimbang memang agak susah. Tapi untuk lebih memudahkan kira kira banyaknya ragi ini cuma secubit dua cubit ujung jari. Sedikit sekali. Dan akibatnya fermentasinya akan menjadi relatif lama berkisar antara 8 hingga 16 jam. Bahkan ada yang hingga 48 jam di suhu 3 derajat celcius.


Fermentasi ini tergatung suhu udara sekitar dan banyaknya ragi yang digunakan. Dari beberapa sumber yang saya baca, malah di negara 4 musim takaran ragi ini disesuaikan dengan musim. Jika musim panas sebaiknya menggunakan ragi (dalam hal ini instan yeast) lebih sedikit sekitar 0,1 hingga 0,2 persen dari takaran tepung. Kalau menggunakan ragi segar sekitar 0,5 persen dari takaran tepung. Logikanya di saat suhu panas fermentasi akan bekerja lebih cepat.

Kalau musim dingin bisa menggunakan 0,3 gram ke 0,5 gram. Jika ditelisik bedanya cuma secuil sih tapi percayalah jika kalian menaruh 3 butir ragi instan dalam campuran sedikit air dan tepung maka akan mampu berfermentasi. Jadi jangan dianggap sepele ukuran berat ragi ini.
Saya pernah membuat roti 1 kilogram tepung dengan takaran ragi hanya 1/2 gram saja. Mengembang? yes! Hasilnya? Roti super lembut dan seratnya halusssssss banget. Jadi semakin lama fermentasinya akan menghasilkan roti yang lebih flavor.

Adonan preferment bisa digunakan ke adonan final tanpa menambah ragi lagi. Fermentasi menjadi super lama layaknya sourdough. Tapi bisa juga menambahkan sedikit ragi dalam takaran yang relatif sangat kecil juga. Fermentasi akan sedikit lebih cepat meski bisa dibilang tetap lama juga dibanding adonan yang menggunakan takaran ragi normal.

Dari beberapa percobaan yang saya buat, untuk sementara bisa saya simpulkan jika poolish biga adalah preferment yang handlingnya lebih cocok ke jenis roti rustic atau country bread. Roti dengan bahan minimalis tanpa gula, butter dan telur. Lebih mudah handlingnya dibanding diaplikasikan ke adonan sweet atau soft bread seperti roti tawar atau shokupan.
Ketika saya mencoba ke adonan roti tawar, campuran adonan berasa sangat chewy dan susah rilex. Digilas agak membal meski sudah diresting. Permukaan menjadi kurang mulus. Tapi uniknya ketika final proofing justru permukaan yang kurang rapi tadi cepat sekali rata dan rapi. Mungkin karena elastisitas adonannya. Setidaknya ini masih berdasarkan pengamatan saya.

Secara keseluruhan tidak terlihat perbedaan yang mencolok pada hasil roti jika menggunakan poolish biga. Sama lembut dan tahan lama. Tidak kering, sedikit chewy dan mengenyangkan karena rotinya lebih padat. Roti di suhu ruang saya yang berkisar 24 ke 25 derajat celcius hingga hari keempat tetap lembut dan tidak basi. Untuk perbandingan hasil keduanya bisa melihat pada foto foto di tulisan ini.