Tradisi “Mandok Hata” di Suku Batak (Malam Tahun Baru)

Malam tahun baru bagi orang batak sangat identik dengan dua kata ini : Mandok Hata!

Apa itu Mandok Hata? Secara harfiah “Mandok” bisa diartikan “Mengucapkan” sedangkan “Hata” sama artinya dengan “Kata atau omongan/ucapan”. Jadi Mandok Hata secara luas bisa dimaknai mengucapkan kata kata atau kalimat atau ungkapan kalimat yang dikeluarkan oleh seseorang kepada orang lain dalam sebuah acara tertentu. Bisa di acara adat, pertemuan, atau tradisi keluarga di pergantian malam tahun baru.

Pergantian malam tahun baru di jaman now yang sarat aktivitas berbagai media sosial, mulai banyak dipenuhi postingan meme/joke bertuliskan “Mandok Hata Coming Soon” atau “Brace Yourself, Mandok Hata is Coming” atau “Mandok Hata Loading” yang diupload oleh teman teman suku batak. Postingan mana yang sengaja dituliskan di gambar atau foto orang terkenal sekelas bintang Holywood atau seorang Dian Sastro misalnya. Cukup mampu membuat gelak tawa.

Lantas mengapa sampai sedemikian hebohnya meme joke tersebut?

Jadi begini…

Seperti defenisi di atas, Mandok Hata hanyalah mengucapkan kalimat. Tapi faktanya mengucapkan kata kata di sini bukan sembarang berucap. Ada situasi dan kondisi yang terbilang relatif kompleks di dalam. Kondisi yang lumayan formil untuk sebuah ukuran acara keluarga. Kondisi yang mengharu biru karena berefek pada sebuah tetesan air mata, penyesalan, meminta maaf, hingga kesiapan mental untuk siap membongkar dan dibongkar kesalahannya selama kurun waktu setahun.

IMG_3230.jpg

Belum lagi bagi orang yang tidak terbiasa atau tepatnya tidak punya bakat berbicara layaknya di hadapan khalayak ramai, Mandok Hata bisa menjadi momok yang menakutkan dan membuat gusar karena meskipun hanya di lingkungan keluarga tetap saja berasa berpidato di depan umum dan ditonton banyak orang. Dan itu benar adanya karena semua mata tertuju ke kita. Apalagi jika anggota keluarga yang berkumpul jumlahnya tingkat dewa. Buaaaaanyakkk!

Ada kakek nenek, saudara sekandung, ponakan, sepupu, paman bibi, bisa bisa sehari sebelum Mandok Hata bukan tidak mungkin ada yang mempersiapkan dan menyusun atau mungkin juga menghapal kalimat kalimat apa yang akan diucapkan nantinya. Mempersiapkan mental agar tidak grogi. Tiba harinya malah berujung memble dan gagal total. Ga tau mau memulai darimana. Pikiran seketika blank. Kalimat demi kalimat yang sudah diatur pun buyar. Gue uda pernah mengalami hal ini. Tepatnya sewaktu remaja dulu. Hahaha.

Belum lagi jika anggota keluarga yang berkumpul mencapai 50 orang. Dan itu satu persatu wajib Mandok Hata. Bayangkan jika 50 orang satu demi satu bergilir Mandok Hata. Katakanlah anak anak dan remaja lebih simple penyampaian kalimatnya, yang bikin keder kalau giliran orang tua. Dari A hingga Z dikupas tuntas setajam silet. Deg deg plassss. Kapan nih borok gue dipublish, kapan nih gue disuruh nikah, kapan nih kuliah gue ditanyain. Pokoknya segala kemungkinan pasti ada. Yang namanya duduk di menit menit tidak tenang itu sudah pasti ada.

Pokoknya kelar banget deh malam tahun barunya. Bisa 4 jam duduk di tikar dan mendengar omongan yang mostly itu ke itu lagi bahasannya. Bosan sudah pasti pun mengantuk iya.

Dentuman suara kembang api hanya menumpang lewat di telinga. Di kala orang orang berhura hura menikmati meriahnya fireworks, orang batak memilih diam di rumah dengan tradisi Mandok Hata ini. Bisa bayangkan kan, di satu sisi harus mendengar nasehat dan di sisi lain pikiran terbawa keriaan suasana pesta kembang api di luar rumah. Batin pun berucap “Ini malam tahun baruku, mana malam tahun barumu?” Hahaha.

Tapi di sisi lain ada nilai nilai emosional yang didapat dari tradisi Mandok Hata. Keharuan, kekerabatan, cinta kasih berkeluarga, belajar saling memaafkan, perbaikan diri untuk tidak mengulang kesalahan, tekat menyongsong tahun baru yang lebih baik, hingga puncaknya kepekaan akan nasehat. Artinya ketika saling mengingatkan dan menasehati terutama dari kaum tua ke muda, ada air mata yang keluar. Air mata keharuan. Inilah keunikan dari tradisi ini.

IMG_3235.jpg

Dulu sebelum era digital meramaikan jagat raya, pesta kembang api belum sebanyak sekarang. Gue masih ingat sekitar tahun 80an ketika masih menjadi anak menginjak remaja. Sebelum detik detik pergantian tahun keluarga gue malah kebanyakan uda pada tidur. Begitu lonceng gereja berbunyi pukul 00 barulah dibangunin.

Gue masih ingat bagaimana kami bernyanyi dengan suara lirih karena masih terkantuk kantuk. Suara didominasi mendiang bapak dan mamak saja. Sampai sampai ditegur oleh bapak supaya nyanyinya lebih bersemangat. Suara lonceng gereja yang nonstop berdering selama 1/2 jam secara tidak langsung menjadi musik pengiring acara kebaktian kala itu.

Sedikit berbeda di jaman sekarang, kaum muda mungkin sudah berbeda selera. Pesta kembang api yang semarak hingga suara terompet yang memekak telinga, membuat situasi yang sedikit formil di acara Mandok Hata terbagi rasa. Setengah menyenangkan dan setengah membosankan. Sehingga tidaklah heran luapan tersebut diungkapkan dalam bentuk joke seperti kalimat kalimat meme di bawah.

IMG_3243

Untuk mengimbangi situasi jaman now, tak sedikit keluarga yang menggeser waktu pelaksanaan tradisi Mandok Hata. Misalnya dimulai sebelum pukul 12 malam atau yang berbicara cukup diwakili oleh beberapa anggota keluarga saja. Tujuannya tak lain agar mereka bisa melihat kemeriahan acara kembang api di luar sana. Bahkan yang gue tau ada beberapa kalangan yang tidak lagi menjalankan tradisi ini. Cukup berdoa, bernyanyi dan bersalam salaman.

Di keluarga gue sendiri jika kami berkumpul di malam tahun baru, tradisi lama yang konservatif masih tetap dilaksanakan. Kadang suka tertawa jika para ponakan berkoar koar beberapa jam sebelum acara dimulai, “Mandok Hata dimulai!”

Bahkan ada yang berusaha merayu dan menciptakan siasat bagaimana caranya agar Mandok Hata ini dipersingkat atau untung untung ditiadakan. Tapi itu hanyalah mimpi semata. Hahaha.

Lucunya lagi ketika gue akan berangkat dan menetap di Swedia, beberapa ponakan menggoda gue dengan kalimat “Asik ya tan, ga Mandok Hata lagi”. Kocak.

IMG_3221

Tapi begitulah. Sejujurnya jika gue ditanya bagaimana menyikapi tradisi Mandok Hata ini maka gue akan menjawab 50:50. Di satu sisi gue suka dengan kebersamaan keluarga tapi di sisi lain gue juga merasa kurang menikmati akibat dilanda rasa bosan dengan ucapan ucapan kalimat yang berputar putar di seputaran itu lagi itu lagi.

Apalagi di sesi yang membongkar kesalahan dan kekurangan masing masing anggota keluarga ya, kadang kadang merasa ditelanjangi. Ya namanya juga manusia, hati orang sapa yang tau. Bisa aja mereka malu kan. Dan ironisnya kita harus menerima.

Meskipun sebenarnya kita bisa memberi argumen akan kesalahan dan kekurangan kita. Bebas bebas aja. Tapi lagi lagi tak sedikit yang mengalah dan memilih untuk diam patuh karena enggan merusak suasana formil yang telah tercipta malam itu. Dan begitu acara usai segala nasehat pun terbang keluar dari telinga dan kembali menabung kesalahan untuk kembali di bombardir di acara Mandok Hata tahun berikutnya. Hahaha.

Happy New Year 2018

Salam dari Swedia!

IMG_3219.jpg

2 Comments

  1. “yang bikin keder kalau giliran orang tua. Dari A hingga Z dikupas tuntas setajam silet. Deg deg plassss.” ngakak pas baca bagian ini.
    Sebenernya Bagus ya acara ini mba Helen..disitu jadi tau kesalahan yang tanpa sadar kita lakuin, tapi emang bener juga sih..kalo dibeberin di depan khalayak ramai (meskipun anggota keluarga) kek ada yang pilu gitu 😀

    Like

Leave a comment