Sourdough……..?
Mungkin sudah pada tau kali ya adonan asam yang satu ini. Atau mungkin juga ada yang belum tau?
Sejujurnya gue sendiri pun tadinya tidak begitu familiar dengan sourdough. Baru dua bulan terakhir ini saja. Sekilas sih pernah mendengar tapi belum paham banget. Sampai akhirnya ketika gue mulai rajin ngeposting hasil bakingan di instagram, salah seorang teman bernama Tarivic menganjurkan gue ngebaking menggunakan ragi alami. Caranya ya dengan ngebuat ragi sendiri. Bikin ragi sendiri? Bayanginnya aja uda jauh dari kata bisa.
Tapi setelah searching di internet, yang ada gue malah jadi penasaran. Penasarannya karena semua artikel yang gue baca selalu bilang kalau sourdough mampu menghasilkan roti yang fantastis. Rasanya jauh lebih enak, lebih harum dan lebih lembab. Level kelembutannya pun terkesan stabil meskipun berhari hari dibanding ragi komersial.
Sampai akhirnya gue berani mencoba sebuah resep sederhana yang direkomen oleh teman gue tadi. Dan ternyata gampang sekali bikinnya. Bahannya pun tidak banyak. Cuma tepung, air dan sedikit madu. Proses fermentasinya kurang lebih 4 hari. Caranya tinggal mencampur madu, air dan tepung dalam takaran yang sama. Yang membedakannya hanyalah takaran yang sama dalam masing masing bahan tadi setiap harinya semakin bertambah. Coba, gampang kan. Tapi efeknya dasyat! Hahaha.
Gambar di bawah adalah sourdough di hari kedua dan keempat.
Memasuki hari kelima (feeding), perubahan adonan sourdough sangat jelas terlihat. Mengembang ke atas bahkan sampai tumpah. Amazing banget. Gimana ga amazing coba, dari campuran bahan mati malah bisa menghasilkan sesuatu yang hidup. Dan itu ragi. Ragi liar!

Secara harfiah Sourdough bisa diartikan adonan asam. Adonan asam yang mengandung microorganisme/bakteri sehat melalui proses fermentasi. Sourdough juga dikenal dengan istilah Levain.
Sourdough mampu bertahan hingga tahunan jika dijaga dengan baik. Diberi makan minum (feeding) secara berkala agar tetap hidup.
Ngebaking dengan menggunakan sourdough sudah ada sejak zaman mesir kuno. Era dimana manusia belum menemukan ragi komersial seperti di jaman sekarang. Jadi kasarnya sebelum ada ragi, orang dulu bikin roti ya pakai sourdough.
Belakangan penggunaan sourdough pada proses pembuatan roti dan bahan makanan lainnya kembali ngetren. Jadi konon, roti yang menggunakan sourdough digadang gadang lebih sehat dibanding roti yang menggunakan ragi komersial. Karena ragi alami pada roti sourdough lebih mudah dicerna perut.
Sebagian besar bilang kalau aroma sordough itu sangat berbeda dengan ragi biasa. Awalnya gue tidak percaya. Apalagi pas pertama bikin, gue merasa jika aromanya malah aneh. Asam banget. Tapi semakin lama aromanya semakin keluar dan tajam. Khas banget. Sangkin sukanya, rasanya hidung pengen dimasukin ke dalam toples sourdough terus deh. Hahahaha.
Konon sourdough yang sudah berumur tahunan, aromanya jauh lebih sedap dan dianggap lebih berkualitas. Dengan catatan feedingnya teratur ya. Bahkan ada beberapa kalangan yang membuat sourdough dalam jumlah lebih dari satu. Makanya jangan heran jika orang yang ngebuat sourdough mostly memberi nama pada sourdough yang mereka buat. Termasuk juga tanggal pembuatannya. Malah sebagian orang bilang, sesekali sourdoughnya diajak bicara. Karena sudah setia nemenin baking sekian lama. Hahaha. Ada ada aja.

Tapi beneran sih, pertama ngebikin sourdough rasanya suka aja ngintipin perkembangannya. Apalagi pas feeding. Ganas kan mereka. Langsung bublenya bermunculan. Makannya lahap.
Untuk starter sourdough yang gue bikin, diberi nama “Stumpan” (panggilan sayang di Swedia). Tanggal lahirnya 27 September 2017. Jadi sudah berumur sebulan lebih. Makin hari aromanya makin cihuyyyy.
Pengalaman gue sih, adonan roti sourdough elastisnya beda. Lentur sekali. Logikanya sih simple ya. Namanya juga ragi alami. Masih fresh! Energi bakterinya lebih yuhui. Apalagi pas di oven, ya ampunnnn tang cen oyeee deh aromanya.
Bagi yang doyan ngebaking, bikin roti itu ibarat terapi. Apalagi jika pakai ragi alami yang notabene dibikin sendiri dan bisa ngembangin roti pula. Senengnya bisa dobelll. Awesome sekali. Yang biasanya ngebaking pake ragi instan, ini pake ragi yang dari awal hingga akhir kita tau asal mulanya. Apalagi pas feeding, ya ampun! sourdough bisa membuncah keluar toples. Berawal dari hitungan sendok, bisa sampai tumpah ruah. Gila pokoknya. Buat gue sih seru aja. Ditambah lagi bisa menghasilkan roti sehat dan lezat.
Adonan yang menggunakan starter sourdough, proses mengembangnya tidak seperti ragi instan yang cepat dan heboh. Sebaliknya, adonan roti sourdough proses fermentasinya relatif lama. Itulah sebabnya mengapa roti yang dihasilkan menjadi lebih lezat, mudah dicerna perut, dan lembut serta lembab. Mengembangnya tidak dipaksa. Apalagi jika dibiarkan overnight di kulkas. Makin bagus.

Sourdough sebaiknya digunakan setelah feeding kurang lebih 8 jam sebelumnya. Kalau adonan terlihat menurun artinya sourdough sedang lapar. Harus diberi makan dulu sebelum dipakai. Biar hasilnya lebih maksimal dan tidak terlalu berasa asam juga. Cara jitu untuk mengetahui sourdough sudah siap dipakai atau belum adalah dengan cara menuang sedikit adonan ke dalam air di gelas. Jika mengapung berarti starter sourdough siap dipakai.

Adonan roti yang menggunakan starter sourdough biasanya menggunakan ratio. Berapa berat tepung, air dan starter. Penggunaan ratio air dalam adonan roti sourdough sangat penting. Agar bisa menentukan level persentasi hydrationnya. Dan sebelum menentukan jumlah air dalam adonan roti, kandungan air dalam starter atau Levain juga harus diperhitungkan. Amannya sih daripada ribet, bisanya gue selalu feeding 100 persen hydration. Dimana berat starter, tepung dan airnya sama. Barulah untuk persentasi hydration pada adonan roti tinggal gue sesuaikan dengan kebutuhan di resep.

Suami gue sangat menyukai crusty bread. Biasanya disantap dengan memberi lapisan butter dan sayuran. Dibikin smörgås atau sandwich ala Swedia.
Begitu gue mulai rajin ngebaking sourdough crusty bread, beneran dia makin jatuh cinta. Fantastis dan jauh lebih enak kata suami. Dia langsung bisa membedakan dengan crusty bread yang menggunakan ragi komersial. Gue bukan sedang lebay. Dan dia pun bukan lagi sok pura pura memuji hasil bakingan gue. Mimik muka dia mewakili kejujuran ucapannya. Hahaha.
Memang sih terkesan agak ribet. Tidak sepraktis menggunakan ragi komersial. Tapi percayalah, kalau dijalani ga ribet kok. Malah puas kalau bisa bikin roti sourdough sendiri. Kadang suka ga percaya bisa bikin roti gendut gendut yang ngembangnya bukan karena ragi instan. Lagi lagi amazing!
Jadi kalau bisa bikin sourdough sendiri kenapa ga ya kan. Tidak hanya sehat di tubuh tapi di bumi juga. Eaaaaaaaaaaa!
Video pembuatan sourdough bisa dilihat di bawah ini
Saya bikin waktu hari pertama berkembang sampai tumpah2. Pas feeding ngak mau ngembang lagi tapi terus saya feeling. Walaupun ga ngembang 2x lipat, tapi ada pori2 kecil. Apa masih tetap bisa dipakai?
LikeLike
Sebaiknya buang sebagian sebelum feeding. Suhu ruang juga menentukan. Selama ada buble bisa kok. Feeding aj teratur
LikeLike
Kak, pakai tepung terigu seebaguna atau tepung gandum?
LikeLike
Ikuti aja sesuai tutorial
LikeLike
Tutorialnya ada di youtube saya : dapursicongok
itu linknya ya
LikeLike