“Ini adalah tulisan yang sangat menyentuh gue. Tulisan yang gue tulis pakai hati dan niat. Entah mengapa tempat yang gue kunjungi beberapa waktu lalu, mampu menggiring emosi. Akal sehat gue agak sulit membayangkan ada manusia manusia kuat yang harus hidup terisolasi padahal mereka bukanlah suku primitif. Sengaja gue memilih beberapa video dari Youtube agar yang rela membaca tulisan ini bisa lebih mudah memahami gambaran nyata sebuah tempat yang akan gue ceritakan. Selamat membaca”
*******************************
Suatu malam gue dan suami secara tak sengaja menonton sebuah acara televisi. Sayangnya acara itu sudah tayang beberapa menit sebelumnya. Liputannya mirip tayangan dokumenter di National Geographic or Discovery Channel. Dan seperti biasa gue termasuk orang yang menyukai acara televisi sejenis ini.
Kurang lebih bercerita tentang seorang pria tua dan anak lelakinya yang tetap bertahan dan memilih hidup di Farm Mountain yang sepi, jauh dari keramaian dan kehidupan sosial. Cenderung terisolasi.
Keseharian hidup mereka bisa dibilang sedikit tidak wajar. Apalagi jika dibandingkan dengan kehidupan serba canggih di zaman sekarang. Di sebuah negara yang notabene dikenal bukan negara kere pula. Norwegia!
Tidak ada akses jalan dan transportasi. Nihil listrik! bahkan kalau tidak salah air ledeng pun tidak ada. Menurut mereka, memilih tetap bertahan di farm mountain yang terisolasi seperti itu, tak lain karena mereka lahir dan besar di sana. Tidak ada alasan untuk tidak tetap tinggal. “This farm is the only one of the most beautiful” ujar si bapak tua itu.
Melihat si bapak tua tadi berjalan tertatih saja sudah membuat gue miris. Bagaimana kalau mendadak sakit? Punya telepon ga? Di liputan itu kurang detail dijelaskan. Kalau sesekali sih mungkin masih bisa ditolerir ya. Seperti summer house di Swedia misalnya, masih banyak pemilik yang memang dengan sengaja tidak menyediakan fasilitas listrik dan air, tapi akses jalan sih sudah okeh. Lah ini? Seumur hidup menjalani keseharian tanpa fasilitas vital. Belum lagi akses kendaraan menuju kediamaan mereka ini susah sekali.
Sampai sekarang sepertinya masih ada beberapa kawasan farm mountain di Norwegia yang cenderung terisolasi. Dan itu tetap dihuni. Namun memilih bertahan untuk tetap menjalani kehidupan di tempat terisolasi seperti itu bagi beberapa kalangan dianggap unik dan luar biasa. Mendapat perhatian sudah pasti. Tak terkecuali oleh media televisi dan juga turis.
Berangkat dari tontonan itulah, rasa penasaran dan ingin tahu gue berkobar. Pengen banget melihat farm mountain langka seperti itu. Rasanya amazing aja kalau berhasil melihat langsung. Gue bilang amazing karena tempat tempat seperti itu sudah tidak banyak kan. Terkhusus di zaman modern ini. Ada nilai historinya pula.
Nah, akhirnya suami pun memberitahu gue kalau sebenarnya Norwegia mempunyai wisata farm mountain lumayan terkenal. Lengkap dengan cerita fantastisnya. Hah? Makin penasaran. Dan tanpa direncanakan sebelumnya, kami pun memutuskan untuk melakukan trip ke Norwegia. Coba….betapa sadisnya dampak acara tv itu. Hahaha.
Singkat cerita setelah beberapa hari menikmati wisata alam Norwegia akhirnya di hari terakhir kunjungan kami, perjalanan menuju kawasan pegunungan pun dimulai. Sebuah kawasan yang lumayan melegenda. Farm mountain berbalut cerita haru biru. Namanya Kjeåsen! (Bacanya kira kira seperti ini : Keosen)

Sehari sebelumnya kami menginap di kawasan Eidfjord. Dari Eidfjord sampai ke perbatasan kaki gunung, kami butuh waktu tak sampai setengah jam. Dari jalan utama kami berhenti di sebuah jalanan kecil menuju puncak farm mountain.
Sejenak membaca jadwal kendaraan yang tertulis di sebuah plank. Ternyata rute jalan menuju Kjeåsen hanya bisa dilewati oleh satu kendaraan.
Bahkan beberapa ruas jalan kondisinya lumayan curam dan terjal. Sehingga demi menghindari pertemuan mobil dari arah yang berlawanan dan untuk menjaga keselamatan pengendara juga maka jadwal kendaraan pun diatur sedemikan.
Untuk kendaraan yang naik hanya diperbolehkan dalam hitungan persatu jam. Mulai pukul 9, 10, 11, 12, dan seterusnya hingga pukul lima sore. Sedangkan untuk kendaraan yang akan turun dihitung persetenga jam. Mulai pukul 9.30, 10.30, 11.30, 12.30, demikian seterusnya hingga pukul setengah enam sore.
Jadi semisal kita tiba dan hendak naik di luar jadwal yang sudah ditentukan, katakanlah pukul 10.30 misalnya, maka mau tidak mau ya harus menunggu. Demi menghindari kemungkinan bertemu dengan mobil yang turun.
Demikianlah pas menuju puncak Kjeåsen waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Melewati jalanan yang walaupun sempit tapi masih lumayan nyaman untuk dilewati. Kiri kanan jalan banyak pohon, tebing gunung yang besar, juga landscape yang sesekali membuat terwow. Indah.
Sampai akhirnya kami memasuki sebuah terowongan tua. Terowongan dengan kondisi yang jauh berbeda dibanding terowongan yang biasa kami lewati. Selain suram dan gelap juga berasa creepy alias horor.

Mana terowongannya juga sangat panjang. Rasanya tidak habis habis kami berada di kegelapan. Kalau bukan karena lampu mobil, nyaris tak terlihat apa apa. Begitu keluar terowongan kami langsung memarkirkan mobil. Lumayan jauh dari mulut terowongan.
Dan cerita Kjeåsen pun dimulai…….
Di bawah jalan gue melihat jurang terjal. Rimbunnya pohon hijau serta derasnya suara air yang mengalir diantara bebatuan gunung. Suara yang meraja diantara sepinya alam Kjeåsen hari itu. Super Nature!
Dan dari celah ranting pohon yang rimbun, gue melihat sekelibat air yang sangat tenang. Spontan membuat mulut gue komat kamit ga jelas. Ada fjord di bawah!
Kaki gue melangkah dan melangkah menyusuri jalanan lembab akibat salju yang belum lama mencair. Dan terlihatlah bangunan kayu super tua menyambut kedatangan kami. Huaaaaa….bangunan yang gue lihat menyebar di om google. Ada di depan mata!
So, inikah Kjeåsen yang melegenda itu?
Gue semakin terpesona setelah melihat pemandangan di bawah. Sebuah lukisan alam. Landscape fjord secara utuh dan jelas. Tuhan….indah sekali. Tenangnya aliran air fjord, bersanding dengan besarnya tebing gunung yang rasanya dekat sekali ke wajah gue. Hening banget. Syurgaaaaa!
Punya rumah dengan view seperti ini, kapan stressnya?…………….but wait…!

Sebelum melanjutkan, gue sarankan untuk menonton video dari Pål-Harald Uthus di bawah ini.
Agar kalian lebih mudah memahami bahwa bukan karena keindahan alamnya saja yang membuat Kjeåsen terkenal, melainkan cerita pilu yang membalut Kjeåsen. Iya…cerita pilu yang justru berasal dari beratnya medan sekitar.
Jika melihat video di atas setidaknya bisa dibayangkan bagaimana kerdilnya rumah rumah kayu renta itu diantara gagahnya gunung besar di sekelilingnya. Gunung dengan tebing curam, terjal dan cadas. Dataran tanah di sekitar farm mountain ini pun tidak terlalu luas dan langsung mengarah ke bibir tebing. Terpeleset sedikit alamat siap dimakan fjord yang super dalam.
Keindahan alam Kjeåsen tidaklah cukup memberi nilai sempurna ketika gue membaca history Kjeåsen yang jujur membuat gue teriba. Honestly sampai tulisan ini gue tulis, wajah Kjeåsen masih jelas berkelibat. Entah mengapa.
Kjeåsen bermula dari sebuah keluarga petani yang berjuang bertahan hidup. Dengan apa mereka mampu bertahan? Ya tentu saja dengan lahan pertanian. Pertanian yang tanahnya subur, asupan rumput yang banyak, ternak bisa makan sampai kenyang, sinar matahari cukup, bisa berburu hewan, bisa memancing ikan. Dan semuanya itu hanya ada di Kjeåsen.
Unik memang. Kjeåsen yang tidak begitu luas berdiri subur diantara dominannya tebing batu. Tapi sayang…….kekayaan alam di sekitar Kjeåsen harus dibayar mahal.
Wilayah yang mereka temukan tidak memiliki akses jalan sama sekali. Benar benar di atas gunung dengan medan yang kejam dan berbahaya. Satu satunya jalan menuju Kjeåsen hanyalah dengan memanjat tebing terjal. Mereka harus sempurna mendaki agar tidak terpeleset dan jatuh ke fjord.

Melewati gunung batu yang terletak di atas Simadalsfjord, dengan ketinggian mencapai 600 meter di atas permukaan laut. Jika melihat langsung lokasi curamnya tebing gunung di Kjeåsen, rasanya sulit dicerna akal sehat ada kehidupan di situ.
Untuk lebih jelasnya bisa melihat dua buah video dari Visitedfjord di bawah. Di salah satu video terlihat titik titik putih yang sengaja dibuat oleh pemilik akun agar memudahkan penonton mengerti bagaimana curam dan ngerinya tebing yang sehari hari selalu dilalui keluarga petani Kjeåsen dulunya.
Mereka memasang tangga, tali, paku, bahkan batang pohon di atas permukaan tebing batu. Tujuannya agar mereka lebih mudah sekaligus aman berjalan, memanjat bahkan kadang berseluncur di atas tebing. Sedih 😦

Dan yang membuat miris tralalala, rute itu mutlak adanya. No choice.
Sehari harinya harus melewati jalan angker. Untuk berapa lama? beratus ratus tahun. Sepanjang hidup mereka!
Jadi bukan cuma sekali dua kali, layaknya kegiatan hiking. Kebayang kan. Gimana gue ga baper coba. Entahlah apa gue mahluk aneh yang tiba tiba cengeng ga jelas. Apalagi pas ngebaca historynya, gue berdiri langsung di tanah Kjeåsen. Yang wujud alamnya terlihat nyata di depan mata. Mungkin itu yang bikin feelnya langsung ngena.
Kjeåsen pertama sekali ditemukan sekitar tahun 1600. Dalam kondisi tidak berpenghuni. Kemudian mereka membangun rumah di atas gunung ini. Semua material bangunan seperti kayu, mereka bawa dari daratan bawah. And you know what? Bahan material itu mereka gendong di punggung atau dijinjing satu demi satu ke atas gunung. Satu satu loh!
Memanjat tebing sambil membawa beban berat. Akibatnya, untuk menyelesaikan satu bangunan rumah kayu, mereka butuh waktu hingga 30 tahun. Gilak!
“Many generations have carried all they need on their backs up to Kjeåsen. It took 30 years to build one of the houses. All the materials had to be carried up, plank by plank. The haviest load carried up to Kjeåsen is said to be 90 kilogram grindstone.” (Mengutip tulisan yang gue baca).
Bayangin, membawa Grindstone seberat 90 kilogram sambil mendaki tebing gunung. Sekalipun jalan tikus berbukit, selama tidak terjal masih lumayan aman. Lah ini jalanan jelas jelas mendaki terus. Gendongin beban berat pulak. Gimana ga sampai 30 tahun coba nyelesain rumahnya. Jadi masuk akal jika beberapa bangunan yang ada di Kjeåsen diselesaikan oleh generasi yang berbeda.
Konon lagi agar bisa memelihara ternak, mereka harus memulai dari ukuran baby. Agar ternak bisa digendong. Kalau sudah besar ya susah kan.

Keluarga petani di Kjeåsen terdiri dari dua keluarga. Hidup terisolasi dari dunia luar. Diperkirakan selama beberapa generasi, ada 13 orang anak yang lahir di farm mountain ini. Setiap hari mereka harus berangkat ke sekolah melewati jalanan berbahaya. Naik turun tebing.
Dan sedihnya lagi, di saat winter anak anak harus berpisah dengan kedua orang tua mereka. Karena tebalnya salju yang menyelimuti tebing gunung. Tak baik untuk keselamatan mereka. Bayangkan saja, winter itu kan bisa sampai 6 bulan lebih. Selama bersekolah, setiap tahunnya ada beberapa masa dimana mereka harus berpisah dengan orang tua. Anak anak ini tinggal di rumah kerabat yang bermukim di kawasan Simadal, daratan di tepian Fjord.

Kepiluan ini berlangsung hingga tahun 1974. Sampai akhirnya sebuah perusahaan listrik Sima membangun akses jalan dan terowongan ke Kjeåsen demi kepentingan bisnis mereka. Jadi bukan karena menolong keluarga petani ini.
Bermula dari keberadaan akses jalan dan terowongan inilah, secara tidak langsung Era modern mulai memasuki Kjeåsen. Dan cerita Kjeåsen yang fantastis pun mulai terkuak ke publik. Mungkin ada yang tidak tau, jika di kawasan Kjeåsen ada kehidupan yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya.
Seiring waktu Kjeåsen mulai banyak diminati berbagai kalangan. Dan menempatkan Kjeåsen sebagai “The One of the Famous Visited Tourist Venues” in Simadals Hardanger Comunity.
Bermodalkan cerita pilunya, ditambah lagi keindahan alam yang mempesona, membuat Kjeåsen lumayan mudah menghipnotis orang orang untuk bertandang ke sana.
Hingga saat ini turis bisa bernostalgia melewati jalanan yang dulunya dilewati keluarga petani di Kjeåsen. Semua masih ada. Mulai tangga kayu, paku dan tali.
Gue sebenarnya pengen banget berjalan dan melihat langsung jalanan angker itu. Tapi manalah gue berani. Mungkin kalau sudah terbiasa hiking tidak ada masalah.

Sewaktu kami datang sepertinya belum high season. Karena rumah rumah di Kjeåsen pada tertutup. Sepertinya di saat real summer baru dibuka untuk turis. Hingga saat ini rumah petani Kjeåsen sudah tidak berpenghuni.
Ada satu rumah yang sepertinya dijadikan hunian summer house. Bertuliskan private di depannya. Mungkin masih memiliki pertalian.

Tapi berdasarkan info yang ada, waktu yang paling tepat mengunjungi Kjeåsen adalah mulai bulan Mei/Juni hingga awal Oktober. Katanya cuaca sudah mulai dan bagus di bulan bulan tersebut. Alasan tepatnya sih menurut gue karena salju sudah tidak ada.
Senang rasanya bisa menambah pengalaman traveling seperti ini. Mengunjungi sebuah tempat yang penuh cerita sejarah. Tak heran jika bapak tua yang gue lihat di tv, pun nekat ga mau pindah dari farm mountainnya.

Mungkin cerita masa lalu lebih kuat mengikat kehidupannya dibanding kehidupan modern. Toh ini hanya masalah niat. Niat besar bertahan hidup sekalipun dengan segala keterbatasan. Urusan listrik, air ledeng, akses jalan, internet, mungkin uda urusan taik kucing ama dia. Uda ga perlu.
Alam yang segar, bebas polusi, peace all the time, green arround, jauh dari teror bom dan demonstrasi brutal, bahkan kalau ada perang, mungkin musuh tak tau kalau dia tinggal di situ. Hahahha.
Begitupun gue, meskipun terbawa perasaan pilu akan beratnya perjuangan hidup keluarga petani di Kjeåsen, belum tentu juga mereka dulunya sepilu hati gue. Kali aja semangat hidup yang mereka miliki mengalahkan semua lelah dan ancaman nyawa. Yang terpenting mereka berhasil kaya, bisa memiliki lahan pertanian yang subur. Itu ibarat emas kan.
Jika kamu ke Norwegia, tak ada salahnya merasakan cerita dibalik Kjeåsen ini. Sesekali nikmatilah perjalanan liburan yang tidak melulu urusan gedung gedung bertingkat dan hiruk pikuk manusia. Liburan penuh history sambil menikmati magisnya alam di sekitar Simadalsfjord yang indah.
Untuk melihat akses jalan dan horornya terowongan yang dibangun di sekitar Kjeåsen, boleh klik video di bawah.
Salam dari
Swedia.
Sulit dibayangkan ga ada fasilitas default (listrik, air) di zaman sekarang…
Tapi emang tempatnya cakep banget ya mba
LikeLike
iya Gus, hidup tanpa listrik air di jaman skrg rasanya gimana gitu ya. Tapi klo Kjeåsen di tulisan ini emang uda ga da lagi yang menetap tinggal.
LikeLike